PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Di tengah upaya besar pemerintah mencapai swasembada pangan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan mengambil peran aktif dalam mengawal proses penyerapan gabah oleh Perum Bulog.
Kepala Kejati Sulsel, Agus Salim, menjadi narasumber dalam Sosialisasi Kepatuhan Hukum bertajuk Mitigasi Risiko Hukum pada Penyerapan Gabah/Beras oleh Perum Bulog yang digelar di Hotel Mercure, Makassar, Rabu, 28 Mei 2025.
Sosialisasi ini mempertemukan jajaran Kejati Sulsel, termasuk Aspidsus Jabal Nur, Asdatun Fery Tas, para kepala kejaksaan negeri se-Sulsel, serta Jaksa Pengacara Negara dengan jajaran Perum Bulog dari wilayah Sulawesi Selatan dan Barat.
Hadir pula Kepala Divisi Hukum Perum Bulog, Raden Isha Wiyono, serta pimpinan wilayah Bulog Sulselbar, Fahrurozi.
Kegiatan ini berlangsung di tengah lonjakan signifikan serapan gabah oleh Bulog Sulselbar. Hingga Mei 2025, volume penyerapan gabah telah mencapai 712.960 ton, atau 509 persen dari target semula yang ditetapkan sebesar 139.825 ton. Ini merupakan capaian tertinggi sepanjang sejarah operasional Bulog di kawasan tersebut.
Fahrurozi menggarisbawahi, prestasi ini bukan sekadar angka, tetapi cerminan dari amanat besar yang kini dipikul Bulog yaitu mendukung program swasembada pangan yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Dengan tugas mulia mendukung swasembada pangan dan menyejahterakan petani, jangan sampai ada celah hukum yang mencederai semangat ini,” ujar Fahrurozi dalam sambutannya.
Kepala Divisi Hukum Perum Bulog, Raden Isha Wiyono, juga mengakui adanya tantangan hukum yang menyertai perubahan pola kerja Bulog dalam menyerap gabah langsung dari petani.
“Perubahan pola ini membuka potensi risiko hukum baru. Karena itu, penting adanya mitigasi sejak awal,” kata Raden.
Dalam pemaparannya, Kajati Sulsel Agus Salim menekankan pentingnya peran Kejaksaan dalam mendampingi Bulog, tidak hanya dari sisi penindakan, tetapi juga pencegahan dan perlindungan hukum.
“Ketahanan pangan adalah program strategis nasional. Peran Kejaksaan tidak hanya bersifat represif, tetapi juga proaktif, antara lain melalui bantuan hukum, pendampingan, dan pertimbangan hukum,” jelas Agus Salim.
Ia menyoroti berbagai potensi kerawanan dalam aktivitas Bulog, seperti dalam proses jual-beli gabah dan beras, hingga pengelolaan gudang.
Lewat kolaborasi erat antara Kejaksaan dan Bulog, Agus berharap proses penyerapan gabah berjalan sesuai aturan, efisien, dan berintegritas.
“Pencegahan jauh lebih penting daripada penindakan. Kita ingin proses ini mendukung ketahanan pangan tanpa diganggu persoalan hukum di kemudian hari,” ujarnya.
Bulog Sulselbar saat ini mengelola 204 unit gudang yang tersebar di 51 kompleks dengan kapasitas total mencapai 408.300 ton.
Dengan 334 personel dan 11 kantor cabang, institusi ini kini menjadi tulang punggung dalam pelaksanaan kebijakan pangan nasional di kawasan timur Indonesia. (Hdr)