Warga kembali berorasi dan menuntut hakim Pengadilan Tinggi Makassar bertanggung jawab atas putusan yang dinilai banyak kejanggalan. Salah satunya bukti Eigendom Verponding yang sejak tahun 1980 sudah tidak diakui sebagai bukti kepemilikan.
“Tapi kenapa di Tahun 2025 ini masih diakui oleh hakim Pengadilan Tinggi,” kata Sadaruddin, Ketua Forum Warga.
Usai berorasi dan bertemu perwakilan Pengadilan Tinggi Makassar, warga membakar keranda hitam sebagai simbol matinya keadilan.
Adapun dugaan dokumen palsu yang dilaporkan Pemprov Sulsel adalah surat keterangan dari Badan Pertanahan Nasional, Salinan dari Balai Harta Peninggalan dan surat Eigendom Verponding yang dijadikan bukti kepemilikan.
Tiga dokumen tersebut diduga tidak benar. Karena Sudah ada klarifikasi dan bantahan tertulis dari Badan Pertanahan Nasional dan Balai Harta Peninggalan Makassar.
Warga berjanji akan terus mengawal kasus dugaan mafia tanah dan mafia peradilan di Kota Makasssar.
” Hari ini kami jadi korban, besok anak cucu kami yang jadi korban selanjutnya,” tegas Sadaruddin.
Salah satu pensiunan pegawai Pemprov Sulsel yang mengikuti unjuk rasa mengatakan, masih banyak lahan peninggalan Belanda di Kota Makassar.
Lahan tersebut telah dibangun sejumlah kantor pemerintah. Seperti Rumah Jabatan Gubernur Sulsel dan Balaikota Makassar.
“Berarti suatu saat jika ada orang Belanda datang ke Indonesia bawa dokumen Eigendom Verponding, mereka bisa menang?” keluh warga.( ab/r )