“Jika seorang warga bisa menolak bingkisan tak wajar saat hari besar, itu bukan tindakan kecil. Itu awal perubahan,” katanya.
Lembaga yang aktif mengadvokasi isu antikorupsi ini juga menyoroti praktik kurban oleh institusi pemerintah dan organisasi masyarakat.
Farid menilai, proses pengumpulan dana hingga distribusi daging kurban semestinya dilaksanakan secara transparan dan akuntabel, bukan sekadar ajang pencitraan atau simbolisme kosong.
“Kadang kita lupa, kejujuran dalam hal-hal sederhana seperti distribusi daging kurban itu cermin dari integritas yang sesungguhnya. Di situlah kualitas pengabdian diuji,” tutur Farid.
Di akhir pernyataannya, PUKAT Sulsel menyerukan agar Idul Adha 2025 tidak berhenti sebagai perayaan seremonial tahunan.
Namun, ia harus menjadi panggilan bangkit, terutama bagi para penyelenggara negara yang kerap lupa, kekuasaan adalah amanah, bukan milik pribadi.
“Meneladani Nabi Ibrahim bukan perkara retorika. Itu harus menjadi kompas etika dalam menjalankan peran sosial, termasuk dalam birokrasi. Di sanalah jalan menuju Indonesia yang lebih bersih dan bermartabat bisa kita tapaki,” Farid Mamma menandaskan. (Hdr)