Abhel melanjutkan, desakan publik pun menguat. Warga meminta Kepolisian Resor Maros segera bertindak, tak hanya menertibkan pelaku lapangan, tapi juga menelusuri alur permainan hingga ke hulu, siapa yang mengizinkan, siapa yang melindungi.
“Jangan pura-pura tidak tahu. Kalau aparat diam, kami yang akan terus awasi. Kami punya dokumentasi, dan kami akan buka semua jika perlu,” ancam Abhel.
Dalam pemantauan mereka, sejumlah SPBU terindikasi ‘bermain mata’. Operator membiarkan pengisian dalam jumlah besar tanpa surat resmi, bahkan ada yang beroperasi di luar jam normal.
Tim Abhel telah mengantongi bukti visual berupa foto dan video yang memperlihatkan truk-truk pelansir berjejer rapi, nyaris tanpa hambatan.
Di balik suara lembut solar yang mengalir dari nozzle, ada keuntungan ratusan juta yang mengalir ke kantong mafia. Sementara petani di Bontoa atau nelayan di Lau-Lau kerap pulang dengan jeriken kosong karena stok habis.
“Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi perampasan hak rakyat kecil,” ujar Abhel. “Mereka maling subsidi, tapi bisa tidur nyenyak karena tahu tak ada yang mengganggu.”
Hingga berita ini diturunkan, Polres Maros belum memberikan tanggapan resmi atas temuan warga tersebut. Namun tekanan dari masyarakat makin keras. Jika aparat tak bergerak, warga mengancam akan melakukan patroli sendiri di SPBU demi memastikan tak ada lagi tangki-tangki siluman yang mengisap solar rakyat.
“Di Maros, mafia solar memang tak bersembunyi. Mereka hanya terbiasa tidak diganggu,” Abhel menandaskan. (Hdr)