Tangis Laut dan Hutan Raja Ampat : Hancur Perlahan, Diam Bersama

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Tak ada sirene peringatan saat kehancuran datang. Di Raja Ampat, laut yang dulu biru bening kini menyimpan jejak lumpur dan tumpahan solar.

Hutan tak lagi rimbun, sebagian berubah jalur bagi alat berat. Tambang datang bukan dengan suara rakyat, tapi dengan lembaran izin dan janji pembangunan.

Sementara itu, masyarakat adat bicara, pelan, nyaris tak terdengar di tengah hingar wacana investasi. Dan kita, sebagian besar dari kita, diam.

Di balik diam itu, dunia justru sedang berpacu menuju revolusi energi hijau. Mobil listrik dianggap sebagai solusi untuk menyelamatkan planet ini. Namun, ada harga mahal yang tersembunyi di balik janji masa depan yang bersih itu, dan harga itu sedang dibayar oleh salah satu ekosistem paling berharga di dunia: Raja Ampat.

Kepulauan di ujung timur Indonesia ini adalah pusat keanekaragaman hayati laut global, sebuah surga alam yang kini terancam oleh penambangan nikel. Nikel adalah komponen krusial dalam baterai kendaraan listrik yang kita dambakan.

Namun Raja Ampat bukanlah sekadar destinasi wisata. Gugusan lebih dari 1.500 pulau ini adalah rumah bagi 75 persen spesies karang dunia. Para ilmuwan sering menyebutnya sebagai "Amazon di bawah laut", sebuah laboratorium alam yang vital bagi kesehatan planet kita.

Bagi masyarakat adat Suku Betew dan Maya, kawasan ini adalah sumber kehidupan dan identitas. Laut dan hutan bukanlah komoditas, melainkan warisan sakral. Mereka telah menjaga keseimbangan ekologis ini selama berabad-abad.

Kini, keseimbangan itu goyah. Izin konsesi tambang nikel telah diberikan untuk beberapa pulau, seperti Gag, Kawe, Manuran, dan Batang Pele. Regulasi diabaikan, dan kerusakan yang terbukti terjadi sudah tidak bisa lagi diabaikan.

Pada 26-31 Mei lalu, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melakukan pengawasan langsung dan menemukan pelanggaran masif oleh empat perusahaan tambang nikel. PT GN terbukti beroperasi di Pulau Gag, yang seharusnya terlarang untuk pertambangan menurut UU No. 1 Tahun 2014.

Baca juga :  Sukseskan Pilkada Serentak, Personel Polsubsektor Sangkarrang Bersama TNI Lakukan Patroli Dialogis

Di Pulau Kawe, PT KSM menambang di luar area izin, menyebabkan sedimentasi parah di pesisir.

PT ASP, sebuah perusahaan modal asing di Pulau Manuran, beroperasi tanpa sistem manajemen lingkungan yang layak.

Yang paling fatal, PT MRP di Pulau Batang Pele melakukan eksplorasi tanpa dokumen lingkungan dan izin kehutanan (PPKH).

Sebagai respons, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia akhirnya mengumumkan penghentian sementara kegiatan tambang di Raja Ampat.

Justifikasi utama untuk menambang nikel adalah perannya dalam transisi energi. Namun, penambangan nikel, terutama dengan metode tambang terbuka (open-pit mining), melibatkan pembukaan hutan skala besar.

Data dari Global Forest Watch (GFW) sangat jelas. Lebih dari 39.800 hektare hutan telah hilang di Provinsi Papua Barat. Laporan KLH yang menemukan sedimentasi dan ketiadaan pengelolaan limbah adalah bukti ilmiah dari dampak buruk ini.

Masyarakat adat dan aktivis lokal tidak tinggal diam. Mereka adalah garda terdepan dalam perlawanan ini.

Pada Maret 2025, perwakilan masyarakat adat menyerahkan petisi kepada DPRD Raja Ampat, menegaskan bahwa tanah mereka adalah kawasan sakral yang tidak bisa ditambang.

Kajian WALHI Papua menunjukkan pola yang mengkhawatirkan: masyarakat adat sering kali kehilangan tanah mereka tanpa persetujuan yang adil. Ini bukan hanya krisis lingkungan; ini adalah krisis hak asasi manusia. Suara mereka adalah suara yang paling penting, namun paling sering diabaikan.

"What’s the True Cost of Your Nickel?" Ini adalah pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap konsumen dan produsen mobil listrik di dunia.

Kebijakan moratorium sementara yang diumumkan pemerintah patut diapresiasi, namun menurut Penulis belum cukup untuk mengimbangi laju kerusakan yang sudah terjadi.

Inilah bukti nyata bahwa narasi transisi energi global sering kali menjadi tameng untuk menjustifikasi perampasan ruang hidup masyarakat adat dan perusakan ekosistem tropis yang rapuh.

Baca juga :  Bupati Bone Andi Fahsar Padjalangi : Kehadiran UT Di Bone Sangat Dibutuhkan

Dunia tampaknya lupa, atau sengaja melupakan, bahwa ekosistem seperti Raja Ampat justru adalah pondasi nyata dari ketahanan iklim global, bukan sekadar tambang nikel.

Penulis percaya, pemerintah sungguh serius ingin memimpin transisi energi berkelanjutan, maka pilihan tegas harus diambil: lindungi Raja Ampat sepenuhnya, jadikan kawasan ini bukti komitmen Indonesia terhadap keadilan iklim, bukan korban berikutnya dari ambisi industri global.

Jalan ke Depan: Tiga Langkah Mendesak

Pertama, Penulis berpendapat, jadikan moratorium sementara ini sebuah larangan permanen untuk semua aktivitas pertambangan di seluruh kawasan Raja Ampat. Perkuat ini dengan peraturan presiden yang melindungi Raja Ampat sebagai zona konservasi absolut, sejalan dengan putusan MK.

Kedua, Penulis melihat audit total dan penegakan hukum tanpa kompromi sebagai langkah yang tak bisa ditunda lagi. Perusahaan yang terbukti melanggar harus menghadapi sanksi pidana dan perdata, bukan hanya sanksi administratif.

Ketiga, dunia internasional, termasuk perusahaan otomotif dan lembaga keuangan, harus menuntut rantai pasok nikel yang bersih dari perusakan lingkungan dan pelanggaran HAM. Penulis merasa ini adalah saatnya bagi dunia global untuk lebih bertanggung jawab.

Raja Ampat adalah ujian bagi kita semua. Apakah kita akan puas dengan solusi sementara, atau mendorong perubahan fundamental?

Raja Ampat hari ini bukan hanya soal lingkungan, tapi soal reputasi bangsa di mata dunia. Dalam era komunikasi global, narasi transisi energi hijau harus selaras dengan komitmen menjaga hak masyarakat adat dan kelestarian ekosistem.

Jika pesan ini tak dikelola dengan tepat, dunia bisa melihat Indonesia sebagai pelanggar, bukan pelopor solusi iklim.

Maka pertanyaannya: akankah kita membiarkan surga terakhir ini rusak, atau menjadikannya bukti nyata kepemimpinan Indonesia dalam pembangunan berkelanjutan? Inilah momentum komunikasi strategis untuk menguatkan citra, bukan sekadar mengelola krisis.

Baca juga :  Demo Di Palopo Ricuh, Polisi Amankan 14 Orang

Adekamwa
Humas Pusjar SKMP LAN

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Hari Anak Nasional, Begini Bentuk Kepedulian PLN Bulukumba

PEDOMANRAKYAT, BULUKUMBA -- Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 2025 yang bertajuk Srikandi PLN Sahabat Anak, para...

Tim Aksi Stop Stunting Soppeng Bidik 630 Anak Dan 42 Ibu Hamil 

PEDOMANRAKYAT ,SOPPENG - Wakil Bupati Soppeng Ir Selle KS Dalle menerima sekaligus memberikan pembekalan kepada tim Aksi Stop...

Kapolres Soppeng Serahkan Kendaraan untuk Gakkum Satlantas

PEDOMANRAKYAT.SOPPENG – Kapolres Soppeng AKBP Aditya Pradana S.IK M,Ik menyerahkan satu unit kendaraan operasional roda empat untuk unit...

Direktur LBH Tana Luwu Minta Kapolda Sulsel Bertindak: Tangkap Kelompok Kriminal Bermotor Yang Mengancam Mahasiswa di Makassar

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tana Luwu, Hasmin Suleman, SH, MH, secara tegas mendesak Kapolda...