PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan menggelar rapat kerja guna membahas moratorium yang dikeluarkan Gubernur Sulsel terkait operasional Tempat Hiburan Malam (THM) di Kota Makassar. Rapat yang berlangsung di ruang rapat Komisi C DPRD Sulsel, Senin (7/7/2025) ini turut dihadiri perwakilan instansi teknis seperti Dinas Penanaman Modal dan PTSP, Dinas Pariwisata, Satpol-PP, serta 24 pelaku usaha sektor hiburan.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Sulsel, Salman Karsa, menyatakan bahwa pihaknya sangat terbuka terhadap investasi, baik dari dalam maupun luar provinsi. Namun, ia menegaskan pentingnya komitmen pelaku usaha THM untuk mematuhi seluruh regulasi perizinan yang berlaku.
"Kami tentu mendukung iklim investasi yang sehat di Sulawesi Selatan, namun pengusaha THM harus patuh pada izin yang dimiliki. Jika izinnya restoran, maka jangan menyajikan alkohol. Jika izinnya bar, jangan menciptakan atmosfer seperti klub malam atau diskotek," tegas Salman.
Menurutnya, banyak laporan masyarakat yang masuk ke Komisi C mengenai adanya THM yang menyimpang dari izin operasional. Di antaranya adalah tempat hiburan yang memutar musik layaknya DJ namun mengklaim tidak menggunakan DJ secara langsung, serta penggunaan lampu sorot statis yang menyerupai suasana klub.
"Ini yang menjadi perhatian kami, jangan sampai izin disalahgunakan. Kepatuhan terhadap izin adalah hal mendasar dalam membangun dunia usaha yang bertanggung jawab," tambahnya.
Terkait dengan dugaan keterlibatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam rekomendasi izin operasional THM, Salman menegaskan perlunya klarifikasi lebih lanjut. Ia merespons pernyataan Ketua Karang Taruna, Zulkifli, yang sebelumnya menyebut bahwa MUI tidak pernah merasa dilibatkan secara resmi dalam proses tersebut.
"Kami akan mengkonfirmasi langsung pihak terkait. Jangan sampai nama MUI hanya dijadikan tameng legitimasi," ujarnya.
Lebih lanjut, Komisi C juga mendorong Pemerintah Kota Makassar untuk segera menyusun dan menerbitkan dokumen Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dokumen ini dinilai penting untuk menetapkan zona-zona yang sesuai untuk pengembangan kawasan hiburan, sehingga tidak menimbulkan polemik di kemudian hari.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Industri Hiburan (APIH) Kota Makassar, Arul, mengapresiasi inisiatif DPRD Sulsel yang mempertemukan seluruh elemen terkait dalam forum dialog terbuka ini.
"Saya sangat berterima kasih kepada DPRD Komisi C dan instansi teknis yang telah menghadirkan semua pihak, termasuk para pelaku usaha. Ini langkah konkret untuk membangun komunikasi dua arah yang produktif," ujar Arul.
Ia menekankan pentingnya kepastian hukum dalam berusaha dan berharap SK moratorium yang dikeluarkan Gubernur Sulsel dapat segera ditinjau ulang atau dicabut.
"Kami pelaku usaha butuh kepastian. Moratorium ini berdampak besar terhadap iklim usaha kami. Semoga ada keputusan yang adil dan berpihak pada semua pihak," harapnya.
Pertemuan ini menjadi momentum strategis bagi DPRD Sulsel untuk menjembatani kepentingan pelaku usaha dengan regulasi pemerintah. Semua pihak pun sepakat bahwa kolaborasi dan keterbukaan menjadi kunci utama menjaga stabilitas ekonomi sektor hiburan di Sulawesi Selatan. (And)