Kunjungan ini semakin bermakna dengan kehadiran para tokoh adat utama PALASARA—Arayang Balannipa, Maraddia Sendana, dan Arajang Binuang—beserta perangkat adat masing-masing. Keterlibatan mereka menegaskan bahwa gerakan ini bukanlah seremoni formal semata, melainkan bagian dari kebangkitan nyata budaya lokal.
Dengan bergabungnya Majene dan Polman, PALASARA kini telah memiliki 10 DPW resmi, tersebar di berbagai kabupaten/kota: Selayar, Bulukumba, Pinrang, Wajo, Sinjai, Pangkep, Parepare, Maros, Majene, dan Polman. Jumlah ini mencerminkan pesatnya konsolidasi organisasi dalam waktu relatif singkat.
Penetapan ketua masing-masing DPW akan dilakukan oleh para bupati setelah mendengar masukan dari Pemangku Adat setempat. Proses ini menjadi bentuk penghormatan terhadap mekanisme adat serta langkah strategis menjaga keharmonisan antara lembaga adat dan pemerintah.
Status hukum PALASARA yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI memberi landasan kuat bagi organisasi ini dalam menjalankan misinya. Tak sekadar menjaga warisan budaya, PALASARA kini tampil sebagai lokomotif gerakan kebudayaan berbasis kearifan lokal.
Puncak konsolidasi ini akan ditandai dengan prosesi Pelantikan Akbar DPP PALASARA pada 26 Juli 2025 di Istana Tamalate Gowa. Momen ini diyakini akan menjadi tonggak sejarah kebangkitan adat Sulawesi Raya dan simbol persatuan empat suku besar: Mandar, Makassar, Bugis, dan Toraja. (*Rz)