PEDOMANRAKYAT, MAJENE - Konsolidasi organisasi adat modern PALASARA (Perkumpulan Lembaga Adat Sulawesi Selatan dan Barat) kembali melangkah signifikan. Dua wilayah strategis, Majene dan Polewali Mandar (Polman), resmi bergabung sebagai Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) ke-9 dan ke-10, memperluas jangkauan pengaruh budaya di wilayah Sulawesi Selatan dan Barat, Rabu (9/7/2025).
Pengukuhan ini dimulai dengan kunjungan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PALASARA ke dua kabupaten tersebut. Dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal PALASARA, Andi Fahri Makkasau, rombongan disambut penuh hangat oleh pemerintah daerah dan tokoh adat setempat, menandai sinergi kuat antara struktur pemerintahan dan lembaga adat.
Pukul 12.30 WITA, rombongan DPP tiba di Rumah Jabatan Wakil Bupati Majene dan diterima secara resmi oleh Dr. Hj. Andi Rita Mariani, M.Pd. Dalam pertemuan yang sarat nilai kekeluargaan, Wakil Bupati menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh pembentukan DPW PALASARA di wilayahnya.
Dua jam kemudian, tepatnya pukul 14.30 WITA, rombongan melanjutkan agenda ke Kabupaten Polman. Di sana, Bupati H. Samsul Mahmud menyampaikan pernyataan terbuka untuk mendukung eksistensi dan aktivitas PALASARA dalam memperkuat nilai-nilai budaya dan adat Mandar.
“Kami merasa terhormat dan akan memberikan dukungan penuh. Ini bukan sekadar organisasi, ini adalah gerakan menjaga akar dan jati diri kita,” ujar Bupati Samsul dalam sambutannya.
Kunjungan ini semakin bermakna dengan kehadiran para tokoh adat utama PALASARA—Arayang Balannipa, Maraddia Sendana, dan Arajang Binuang—beserta perangkat adat masing-masing. Keterlibatan mereka menegaskan bahwa gerakan ini bukanlah seremoni formal semata, melainkan bagian dari kebangkitan nyata budaya lokal.
Dengan bergabungnya Majene dan Polman, PALASARA kini telah memiliki 10 DPW resmi, tersebar di berbagai kabupaten/kota: Selayar, Bulukumba, Pinrang, Wajo, Sinjai, Pangkep, Parepare, Maros, Majene, dan Polman. Jumlah ini mencerminkan pesatnya konsolidasi organisasi dalam waktu relatif singkat.
Penetapan ketua masing-masing DPW akan dilakukan oleh para bupati setelah mendengar masukan dari Pemangku Adat setempat. Proses ini menjadi bentuk penghormatan terhadap mekanisme adat serta langkah strategis menjaga keharmonisan antara lembaga adat dan pemerintah.
Status hukum PALASARA yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI memberi landasan kuat bagi organisasi ini dalam menjalankan misinya. Tak sekadar menjaga warisan budaya, PALASARA kini tampil sebagai lokomotif gerakan kebudayaan berbasis kearifan lokal.
Puncak konsolidasi ini akan ditandai dengan prosesi Pelantikan Akbar DPP PALASARA pada 26 Juli 2025 di Istana Tamalate Gowa. Momen ini diyakini akan menjadi tonggak sejarah kebangkitan adat Sulawesi Raya dan simbol persatuan empat suku besar: Mandar, Makassar, Bugis, dan Toraja. (*Rz)