PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Di tengah meningkatnya kasus kekerasan dan perundungan di sekolah, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) kembali menghidupkan peran preventifnya lewat program Jaksa Masuk Sekolah (JMS).
Rabu pagi itu, 16 Juli 2025, ruang aula SMK Negeri 1 Makassar berubah menjadi ruang dialog hukum dan kebangsaan.
Sekitar 60 siswa dari berbagai jurusan tampak menyimak seksama, ketika Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, membuka penyuluhan hukum dengan satu premis kuat, yaitu “Empat Pilar Kebangsaan bukan hafalan, tapi jalan hidup bernegara.”
Program JMS yang rutin digelar ini menyasar siswa sekolah menengah atas sebagai langkah preventif Kejati terhadap kekerasan di lingkungan pendidikan.
Kali ini, pendekatannya lebih mendalam. Alih-alih sekadar membacakan pasal, Soetarmi membingkai materi hukum dalam narasi kebangsaan, dari NKRI hingga UUD 1945, disampaikan dalam bahasa yang renyah dan dekat dengan realitas siswa.
“Kalau kalian paham NKRI sebagai rumah bersama, tak akan ada siswa yang merasa bisa menindas yang lain,” ujarnya.
Ia menjelaskan Pilar 1, Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai konsepsi kolektif yang menyatukan keberagaman dalam satu pemerintahan pusat.
“Tanah air satu, bangsa satu, bahasa satu,” ucapnya, disambut anggukan para siswa.
Pilar kedua, Bhinneka Tunggal Ika, diperkenalkan bukan sekadar sebagai semboyan, melainkan fondasi toleransi di tengah keberagaman suku, agama, dan budaya.
“Indonesia punya lebih dari 1.300 suku, 700 bahasa, dan 17 ribu pulau. Sekolah adalah mikronya, kalian hidup berdampingan dalam perbedaan,” ujar Soetarmi.
Sesi berlanjut pada Pilar ketiga Pancasila. Nilai-nilai Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan digambarkan melalui praktik sederhana di sekolah, seperti tidak memilih teman hanya karena latar belakang, menyelesaikan konflik lewat diskusi, dan berani menegur teman yang bersikap intoleran.