PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Praktik lancung dalam penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) di salah satu bank milik negara di Makassar kembali menyeret empat orang ke jeruji besi.
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menetapkan dan menahan empat tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi kredit fiktif yang merugikan negara hingga Rp6,5 miliar itu.
Penetapan tersangka dilakukan pada Kamis malam, 24 Juli 2025, setelah tim penyidik pidana khusus Kejati Sulsel menggelar ekspos perkara dan mengantongi dua alat bukti yang cukup.
Keempat tersangka yang ditahan berinisial NR, F, II, dan R. Mereka diduga menjadi simpul penting dalam jejaring calo kredit yang sudah lebih dulu menjerat tiga tersangka lainnya yaitu, ATP, pegawai bank pelat merah, serta AH dan ER, dua orang calo kredit.
“Pemeriksaan saksi terhadap mereka kami tingkatkan ke penyidikan setelah ditemukan bukti kuat keterlibatan dalam proses pengajuan dan pencairan kredit bermasalah,” ujar Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sulsel, Jabal Nur, dalam konferensi pers di Makassar, didampingi Kepala Seksi Penerangan Hukum Soetarmi dan jajaran penyidik.
Dalam kesempatan tersebut, Jabal mengatakan, penahanan terhadap para tersangka dilakukan setelah hasil pemeriksaan kesehatan menyatakan mereka dalam kondisi sehat.
Selanjutnya, ungkap Jabal, mereka dititipkan di Rutan Makassar selama 20 hari terhitung sejak 24 Juli hingga 12 Agustus 2025. Keempat tersangka ditetapkan melalui surat bernomor 68 sampai 71/P.4/Fd.2/07/2025.
Sedangkan menurut Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi, modus operandi dalam perkara ini dimulai dari penyusunan ratusan berkas pengajuan kredit yang mengandung unsur rekayasa alias fraud.
Proses itu, bebernya, diprakarsai oleh ATP yang memanfaatkan posisinya sebagai pegawai bank untuk meloloskan dokumen nasabah fiktif.
“Data nasabah berasal dari pihak ketiga, yakni AH dan ER, yang mengarahkan NR, F, II, dan R untuk mencari identitas calon peminjam,” kata Soetarmi.
Setelah terkumpul, urainya lagi, berkas-berkas itu diserahkan secara berjenjang dari NR dan kawan-kawan ke ER, lalu ke AH, dan akhirnya ke ATP. Proses pencairan pun bergulir, dan dana KUR pun cair.
"Namun, alih-alih disalurkan kepada penerima kredit yang sah, dana justru dibagi-bagikan sebagai "fee" antar anggota jaringan. Setelah dana cair, NR, F, II, dan R menarik potongan yang diserahkan kepada ER dan AH untuk didistribusikan kembali kepada semua pihak yang terlibat, termasuk pegawai bank,” ujarnya.
Hingga kini, penyidik Kejati Sulsel masih membongkar potensi keterlibatan pihak lain dalam skema pencairan kredit yang merugikan negara senilai Rp6.568.960.595 itu.
Sejumlah saksi tambahan telah dipanggil dan diminta kooperatif. Jaksa juga mengingatkan agar tak ada upaya menghilangkan barang bukti atau menghalangi proses hukum.
“Kami berkomitmen melaksanakan penyidikan secara profesional dan akuntabel sesuai peraturan perundang-undangan,” tegas Soetarmi.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Subsidernya, mereka dapat dikenai Pasal 3 dengan ancaman pidana serupa," Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulsel, Soetarmi menandaskan. (Hdr)