PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Pertemuan tertutup sejumlah kepala daerah se-Tana Luwu dengan Wali Kota Makassar beberapa waktu lalu menuai kritik tajam.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu Raya (PB IPMIL RAYA), Abdul Hafid, mempertanyakan eksklusi mahasiswa dalam forum yang justru membahas konflik yang melibatkan mereka secara langsung.
“Langkah dialog ini kami apresiasi sebagai bentuk tanggung jawab moral. Tapi sangat disayangkan, mahasiswa sebagai pihak terdampak justru tak dilibatkan,” kata Hafid saat diwawancarai oleh media ini, Senin, 28 Juli 2025.
Forum yang sedianya bertujuan meredam ketegangan antar kelompok mahasiswa di Makassar, menurut Hafid, gagal menyentuh akar persoalan karena tidak mengikutsertakan unsur mahasiswa dari empat wilayah Luwu Raya, yaitu Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Kota Palopo.
“Kami bukan objek yang dibahas, kami adalah subjek yang seharusnya duduk di meja pembicaraan,” tegasnya.
Hafid menyebut pertemuan antar elit daerah itu cenderung bersifat simbolik dan belum menyasar isu substantif yang memicu keresahan mahasiswa belakangan ini.
Termasuk, dugaan penyisiran asrama oleh kelompok tak dikenal, penjemputan paksa mahasiswa tanpa prosedur hukum yang jelas, serta kampanye fitnah terhadap IPMIL RAYA.
“Jika ada insiden di lapangan, itu ulah oknum. Jangan seret nama IPMIL atau masyarakat Luwu secara general. Ini berbahaya dan merusak kohesi sosial,” ujar Hafid.
Lebih jauh, ia mengingatkan, narasi eksklusif yang menyudutkan mahasiswa asal Luwu justru dapat memperkeruh situasi dan membuka kembali wacana lama yakni, tuntutan pembentukan Provinsi Luwu Raya.
“Ketika aspirasi politik itu kembali muncul, itu bukan ancaman, tapi refleksi dari perlakuan yang tidak adil. Jika Makassar ingin tetap menjadi rumah bersama, jangan diskriminatif,” katanya.
Dorongan Dialog Terbuka dan Inklusif
PB IPMIL RAYA mendesak agar dialog sosial ke depan melibatkan unsur mahasiswa, tokoh masyarakat, akademisi, dan pihak-pihak independen yang memiliki kapasitas menjembatani konflik.
Transparansi proses dan hasil pertemuan juga diminta dibuka ke publik agar tidak menimbulkan kecurigaan.
“Kota ini milik semua, bukan satu kelompok. Wacana seperti ‘pendatang pengganggu’ sangat berbahaya. Makassar dibangun oleh keberagaman,” tutur Hafid.
Meski menyampaikan kritik keras, IPMIL RAYA menegaskan komitmennya pada jalan damai dan konstitusional. Mereka menyatakan tetap membuka ruang dialog selama prosesnya adil, jujur, dan inklusif.
“Kami bukan ancaman bagi Makassar. Kami adalah bagian dari solusinya. Kritik ini kami sampaikan demi perbaikan, bukan provokasi,” pungkas Hafid. (Nuryadin)