Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan sebelumnya telah merekomendasikan pengurangan luas izin dari 24,9 hektare menjadi 5 hektare, sekaligus menghentikan sementara aktivitas tambang.
Warga mengaku tak pernah diajak dalam konsultasi publik sebelum izin dikeluarkan. Mereka juga mengeluhkan debu kapur yang mencemari sawah dan mengancam sumber air bersih.
Sejumlah akademisi menilai temuan tersebut semestinya menjadi pintu masuk bagi kejaksaan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran prosedur, penyalahgunaan wewenang, hingga kemungkinan adanya praktik suap dalam proses penerbitan izin.
“Ini bukan sekadar soal izin tambang. Ini soal perlindungan masyarakat, kelestarian lingkungan, dan kepastian hukum,” ujar Kadir.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, memastikan penyelidikan kasus Tikala berjalan maksimal.
Namun ia belum dapat mengungkap perkembangan terbaru. “Sabar, kita pastikan sampaikan hasilnya segera mungkin. Tunggu saja waktunya,” tandasnya. (Hdr)