Pengalaman saya mengikuti kegiatan Pramuka, baik di lapangan maupun di lingkup organisasi, membuktikan bahwa kekuatan sejati Pramuka terletak pada nilai-nilai yang diajarkannya: disiplin, kebersamaan, kepedulian, dan keikhlasan. Saya pernah menulis, “Lahir ditolong orang, mati digotong orang, lantas apa yang harus kau sombongkan?” Ungkapan ini adalah pengingat bahwa kerendahan hati dan pengabdian adalah inti dari menjadi Pramuka sejati.
Kolaborasi lintas sektor menjadi keharusan. Pramuka tidak boleh berjalan sendiri, tetapi harus bersinergi dengan sekolah, pemerintah, organisasi kepemudaan lain, bahkan sektor swasta. Seperti yang sering saya sampaikan dalam berbagai kesempatan, “Pramuka yang kuat bukan hanya di lapangan upacara, tetapi di hati masyarakat yang merasakan manfaatnya.”
Ke depan, Pramuka harus memperkuat regulasi internal, memanfaatkan teknologi digital untuk pendidikan kepanduan, serta memperluas kegiatan yang menjawab tantangan zaman. Pendidikan kepramukaan di era digital bukan berarti meninggalkan tradisi, tetapi justru mengemasnya agar lebih relevan bagi generasi Z dan Alpha yang lahir di tengah gawai dan internet.
Sebagai gerakan yang telah terbukti membentuk karakter bangsa, Pramuka memiliki tanggung jawab besar untuk mempersiapkan generasi emas 2045. Dan seperti kata Kak Budi Waseso (Ketua Kwarnas), “Inilah yang akan disiapkan Gerakan Pramuka.”
Maka, marilah kita perkuat kolaborasi, jaga jati diri, dan jadikan Pramuka sebagai rumah besar yang melahirkan generasi muda yang tangguh, santun, cerdas, dan siap mengabdi untuk Indonesia.