PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Laporan kedua kalinya yang dilayangkan pihak keluarga dalam mengungkap misteri kasus kematian Virendy Marjefy Wehantouw, mahasiswa jurusan Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (FT Unhas) yang terenggut nyawanya ketika mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar dan Orientasi Medan (Diksar & Ormed) XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas pada minggu kedua bulan Januari 2023, saat ini sementara ditangani Polda Sulsel dan penyidik masih terus melakukan pemeriksaan sejumlah saksi serta segera melaksanakan gelar perkara setelah penyelidikan dinyatakan lengkap.
Kerja keras yang telah dilakukan pihak Ditreskrimum Polda Sulsel sejak kasus terbunuhnya putra seorang wartawan senior di Makassar ini dilaporkan kembali ke SPKT Polda Sulsel pada 1 Oktober 2024, disampaikan lewat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang diserahkan penyidik Briptu Suardi Ibnu Bahtiar disaksikan atasannya AKP Firman, SH di ruang kerjanya di lantai 2 Gedung Ditreskrimum Polda Sulsel kepada saksi pelapor James Wehantouw yang didampingi kuasa hukumnya Muhammad Sirul Haq, SH, C.NSP, C.CL, Selasa (19/8/2025) siang.
Dalam SP2HP bernomor B/2150 A.1.2/VII/RES.1.24/2025/Krimum yang ditandatangani Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel AKBP Amri Yudhi S, SIK, MH tertanggal 29 Juli 2025 namun baru diserahkan hari ini Selasa 19 Agustus 2025, pada point 2 disebutkan bahwa tindakan penyelidikan yang sudah dilakukan yakni koordinasi dengan penyidik Sat Reskrim Polres Maros, mengambil keterangan saksi dari pihak kampus Universitas Hasanuddin, dan rencana selanjutnya masih mengambil keterangan saksi-saksi terkait, serta melaksanakan gelar perkara setelah penyelidikan dinyatakan selesai.
Usai menerima berkas SP2HP yang pada point 2b secara jelas menyebutkan bahwa penyidik telah melakukan pengambilan keterangan saksi dari pihak kampus Universitas Hasanuddin, pengacara Muhammad Sirul Haq yang juga Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Makassar sempat mempertanyakan apakah Rektor Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc dan Dekan Fakultas Teknik Unhas Prof. Dr. Eng. Ir. Muhammad Isran Ramli, ST, MT, IPM, ASEAN Eng sebagai orang yang wajib bertanggungjawab terhadap kegiatan kemahasiswaan yang merenggut korban jiwa tersebut telah diperiksa penyidik ?
Pertanyaan itu dikemukakan advokat senior itu karena melihat dalam SP2HP tanggal 19 Juli 2025 ini tidak menyebutkan nama-nama saksi dari pihak Unhas yang telah diambil keterangannya. Berbeda dengan SP2HP sebelumnya tanggal 15 Januari 2025 dimana disebutkan bahwa penyidik sudah memeriksa sebanyak 16 saksi dari 30 orang yang diberikan surat panggilan. Dan di surat tersebut, penyidik juga secara detail serta transparan menyebutkan nama-nama 16 saksi dari pihak peserta dan panitia Diksar, pengurus Mapala FT Unhas maupun senior Mapala FT Unhas (alumni FT Unhas) yang sudah diperiksa.
Apa yang ditanyakan kuasa hukum itu tak memperoleh jawaban yang diharapkan. Penyidik hanya mempertegas bahwa pihaknya bertindak profesional dalam menangani kasus ini dan masih akan memeriksa sejumlah saksi serta selanjutnya melakukan gelar perkara. Sirul pun berharap aparat penegak hukum Polda Sulsel mampu mengungkap misteri kematian Virendy secara terang benderang, menegakkan keadilan bagi korban bersama keluarga besarnya, dan paling utama adalah Rektor Unhas serta Dekan FT Unhas wajib bertanggungjawab penuh terhadap peristiwa terbunuhnya seorang mahasiswanya.
"Sudah 11 bulan berlalu sejak klien kami pertama kali melapor di SPKT Polda Sulsel pada 1 Oktober 2024. Nah, apakah Rektor Unhas dan Dekan FT Unhas sudah diperiksa penyidik ? Kedua petinggi kampus merah ini wajib bertanggungjawab atas tragedi kematian Virendy saat mengikuti kegiatan kemahasiswaan yang resmi mendapat restu dan izin dari Unhas. Bahkan keberangkatan rombongan peserta ke lokasi Diksar dilepas dengan acara seremoni di kampus FT Unhas Gowa dan menggunakan bus milik Unhas menuju titik start di Kabupaten Maros. Jadi selaku Rektor Unhas dan Dekan FT Unhas, Jamaluddin Jompa dan Muhammad Isran tidak bisa melepaskan diri dari tanggungjawabnya," tegasnya.
Dasar Laporan
Memberikan keterangan pers kepada sejumlah wartawan di Virendy Cafe Jl. A.P. Pettarani No.72 Makassar pada Selasa (19/8/2025) malam, kuasa hukum Muhammad Sirul menguraikan, kliennya James Wehantouw selaku ayah kandung almarhum Virendy melaporkan kembali kasus kematiannya putranya ini ke SPKT Polda, selain mengacu kepada putusan perkara pidana Nomor : 22/Pid.B/2024/ PN Mrs, juga dengan berdasarkan fakta-fakta baru yang terungkap di depan sidang Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Maros ketika mengadili dua terdakwa yakni Muhammad Ibrahim Fauzi (Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas) dan Farhan Tahir (Ketua Panitia Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas).
Fakta-fakta dari keterangan saksi-saksi di persidangan antara lain mengungkapkan keterlibatan dan peran sejumlah senior Mapala FT Unhas (sudah berstatus alumni FT Unhas) yang datang ke lokasi Diksar lalu melakukan tindakan penyiksaan berupa pemberian hukuman atau aktivitas fisik berlebihan kepada Virendy disaat korban sudah dalam kondisi drop/sakit/lemah/tak berdaya. Demikian pula dengan tindakan Koordinator Lapangan (Korlap) dan Koordinator Peserta (Korpes) yang mendampingi peserta dan seharusnya selaku panitia yang paling bertanggungjawab terhadap kegiatan hingga keselamatan peserta, namun kenyataannya mereka telah melakukan pembiaran kepada para senior untuk bertindak yang bukan kewenangannya. Seperti mengevaluasi peserta, menghukum peserta dengan memberikan aktivitas fisik berlebihan, dan juga memutuskan suatu kebijakan.
Sementara bagi Rektor Unhas dan Dekan FT Unhas sebagai pimpinan Universitas maupun Fakultas, harus dan wajib pula bertanggungjawab atas peristiwa kematian Virendy dalam kegiatan kemahasiswaan yang resmi mendapatkan izin/rekomendasi persetujuan dari pihak kampus, dan keberangkatan peserta maupun rombongan Diksar ini dilepas dengan acara seremoni di kampus FT Unhas, serta para peserta bersama rombongan panitia diberangkatkan menggunakan mobil bus milik Unhas. Bahkan Rektor Unhas sudah pernah sebanyak 2 kali mengirimkan utusan menemui keluarga korban dengan maksud mengajak berdamai serta meminta mencabut laporan perkara di kepolisian.
Selain pelanggaran-pelanggaran hukum tersebut, juga terungkap di persidangan adanya pemalsuan tandatangan dari Dosen Pembina UKM Mapala 09 FT Unhas dalam surat permohonan izin/rekomendasi ke pihak fakultas maupun universitas sehingga terbit izin/rekomendasi persetujuan pelaksanaan kegiatan Diksar. Bahkan di proposal kegiatan yang dilampirkan, panitia mencantumkan rute pelaksanaan Diksar adalah Takalar-Gowa (Malino), namun realisasinya yakni Maros-Gowa Malino dan jadwalnya pada awal bulan Januari 2023. Padahal di waktu tersebut, kondisi alam terbilang ekstrim sementara melanda wilayah Kabupaten Maros sehingga banyak bencana banjir dan longsor.
Menurul Sirul lagi, dengan berdasarkan fakta-fakta baru yang mencuat di persidangan itulah sehingga Ketua Majelis Hakim, Khairul, SH (Ketua PN Maros) di depan sidang telah mengeluarkan perintah lisan kepada jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros untuk melakukan pengembangan perkara terhadap sejumlah nama senior Mapala yang disebutkan saksi-saksi peserta Diksar. Juga terhadap tindakan pembiaran yang dilakukan Korlap dan Korpes, serta Rektor Unhas bersama Dekan FT Unhas yang tidak bisa lepas dari tanggungjawab.
"Sayangnya hakim Khairul, SH memimpin sidang perkara tersebut hanya sampai pada pemeriksaan saksi-saksi dan kedua terdakwa, karena bersangkutan harus pindah ke Kediri mendapat jabatan baru sebagai Ketua PN Kediri. Parahnya, setelah kepindahan tugas hakim Khairul, jaksa tidak melaksanakan perintah lisan hakim Khairul. Bahkan hakim penggantinya justru menjatuhkan putusan yang tidak mencerminkan rasa keadilan, hanya vonis 4 bulan penjara bagi Muhammad Ibrahim Fauzi dan Farhan Tahir. Namun sebelum meninggalkan PN Maros, hakim Khairul di sidang terakhir sempat menyampaikan kepada klien kami untuk membuat laporan baru ke kepolisian setelah adanya putusan perkara terdakwa Muhammad Ibrahim Fauzi dan Farhan Tahir. Dengan dasar itu pula klien kami pun melapor ke SPKT Polda Sulsel," tandas Sirul mengakhiri keterangannya. (*)