Kini, pertanyaan menggantung di udara: ke mana dana itu mengalir? Mengapa pemuda dibiarkan terjebak dalam sunyi?
Meski diabaikan, SSB Batugarumbing tidak memilih diam. Mereka berikrar tetap menggelar kegiatan pada 31 Agustus — bukan dengan anggaran desa, melainkan hasil patungan sesama pemuda. “Kami ingin membuktikan bahwa pemuda bisa berkarya tanpa pemerintah desa,” tegas Alif.
Sejarah mencatat, desa yang menutup pintu bagi pemuda sedang menggali lubang bagi masa depannya sendiri.
(Musakkir Basri )