PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Di sebuah warung kopi sederhana di Kilometer 15, tepat di depan AURI Daya, aroma kopi hitam pekat bercampur gula merah Bone menyeruak sejak pagi.
Senin, 15 September 2025, Warung Kopi 183 kembali menjadi titik pertemuan beragam profesi, mulai dari aparatur sipil negara, TNI-Polri, purnawirawan, hingga karyawan swasta.
Mereka duduk berbaur tanpa sekat, menyeruput kopi, bercakap santai, sambil menyiapkan diri menghadapi rutinitas.
Bagi mereka, secangkir kopi bukan sekadar pelepas kantuk. Ia adalah simbol silaturahmi, kebersamaan, bahkan napas untuk bertahan.
"Mempertahankan ramuan kopi adalah sebuah kehormatan," kata Agung, pemilik Warkop 183, yang bertekad menjaga cita rasa racikan turun-temurun.
Ia juga terus menambah menu pendamping, dari nasi kuning, jalangkote, hingga aneka kue tradisional.
Di sudut lain, H Dass, salah satu anggota 183 Community, tak pernah absen menyapa pagi dengan kopi hitam favoritnya.
"Kopi hitam campur gula merah Bone lebih asyik," ujarnya sambil tersenyum.
Obrolan di meja kerap melebar, dari kisah ringan soal pasar, hingga keluhan tentang kondisi ekonomi yang kian menghimpit pelaku UMKM.
"Bagi kami penjual ayam potong di pasar, pasokan dengan harga terjangkau itu yang paling dibutuhkan," tutur H Dass.
Warkop 183 perlahan menjelma ruang kecil yang merawat kebersamaan di tengah kesederhanaan.
Dari cangkir-cangkir kopi itu, lahir semangat yang menyatukan banyak wajah dan profesi, sekaligus mengingatkan, pagi bukan hanya soal bekerja, tapi juga menjaga silaturahmi. (Hdr)