PEDOMANRAKYAT, MAROS - Rammang-Rammang, ikon wisata karst di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, sering dielu-elukan sebagai destinasi kelas dunia. Namun di balik promosi besar-besaran, kenyataannya kondisi di lapangan justru memprihatinkan.
Keindahan Rammang-Rammang sesungguhnya terletak di sepanjang sungai yang mengalir di antara tebing-tebing karst. Sayangnya, akses wisata itu sepenuhnya ditentukan oleh pasang surut air. Begitu air surut, perahu-perahu wisata tak bisa beroperasi. Wisatawan terpaksa menunggu hingga lima jam lebih hanya untuk bisa kembali.
Masalah ini bukan hal baru. Sudah puluhan tahun warga bersuara, tetapi tidak pernah ada solusi konkret. Padahal, jalannya sederhana: membangun tanggul penahan air. Dengan tanggul tersebut, air yang masuk tidak akan keluar, sehingga sungai tetap bisa dilalui setiap waktu.
Lebih ironis lagi, ketika wisatawan sampai di daratan, mereka disambut oleh titian atau jembatan reyot menuju objek populer seperti Gua Kingkong. Bukannya menambah kenyamanan, justru menimbulkan rasa was-was. Infrastruktur vital ini nyaris tak pernah disentuh perbaikan.
Kondisi ini menunjukkan betapa pemerintah daerah lebih sibuk menjual citra ketimbang membenahi persoalan nyata di lapangan. Promosi wisata digembar-gemborkan, tapi masalah dasar yang menghambat kenyamanan wisatawan seolah dianggap sepele.
Padahal, potensi ekonomi dari Rammang-Rammang sangat besar. Wisatawan lokal dan mancanegara terus berdatangan. Namun jika dibiarkan seperti ini, lambat laun mereka akan kapok. Kekecewaan akan lebih dulu mereka bawa pulang, bukan cerita indah tentang alam Maros.
Masyarakat setempat mendesak pemerintah segera turun tangan. Tanpa langkah konkret, Rammang-Rammang hanya akan menjadi "surga yang tertunda": indah dalam brosur, tapi mengecewakan saat nyata dikunjungi. ( Ardhy M. Basir )