PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Program makan gratis bagi siswa SD yang dicanangkan Presiden Prabowo kini menuai sorotan tajam di Kota Makassar. Sejumlah orang tua murid di SD Tamamaung Panakkukang mempertanyakan kualitas menu yang belakangan dinilai menurun, baik dari segi kuantitas maupun gizi.
Padahal, sejak awal program diluncurkan, anak-anak sekolah disebut sangat antusias karena menu makanan dinilai layak dan memuaskan. Namun, kondisi itu berubah dalam beberapa pekan terakhir sehingga menimbulkan tanda tanya di kalangan orang tua.
Salah seorang ibu murid mengungkapkan, "Awalnya memang bagus, anak-anak senang dan cukup kenyang. Tapi sekarang porsinya makin sedikit, rasanya juga tidak seperti dulu." Keluhan serupa juga diungkapkan orang tua lain yang menilai kualitas program kian merosot.
Ketika dikonfirmasi, mitra Badan Gizi Nasional (BGN), H.M. Arifin Gassing, membenarkan adanya perubahan tersebut. Ia mengaku hal itu mengikuti arahan langsung dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Makassar yang membatasi belanja hanya Rp6.500 per anak.
Pernyataan itu jelas bertolak belakang dengan arahan Presiden, yang disebut Arifin berada pada kisaran Rp8.000 hingga Rp10.000 per anak. "Saya juga tidak mengerti kenapa harus Rp6.500. Padahal jelas petunjuk Presiden lebih besar dari itu," ungkapnya.
Lebih jauh, Arifin mengaku sudah mengeluarkan modal lebih dari Rp1 miliar untuk membangun dapur dan menopang penyediaan makanan selama hampir tiga bulan. Kini, pengadaan operasional dikendalikan penuh lewat sistem Virtual Account oleh SPPG.
Ia bahkan mengaku ditekan untuk mencari bahan makanan dengan harga jauh lebih murah dari pemasok. “Saya diminta cari suplier yang lebih murah, padahal kualitas makanan untuk anak-anak tidak boleh ditawar,” tambahnya.
Situasi ini menimbulkan dugaan adanya praktik tidak sehat di balik mekanisme pengadaan. Ketua LSM Lantiknal, Ismail Situru, SH, menilai terlalu jauh jika SPPG ikut menentukan jalur pemasok. “Patut diduga ada oknum yang ingin bermain untuk kepentingan pribadi. Kami akan investigasi lebih dalam,” tegasnya.
Kritik ini seharusnya menjadi alarm bagi BGN dan pemerintah pusat. Anak-anak sekolah tidak boleh menjadi korban akibat kebijakan teknis yang tidak transparan, apalagi jika ada indikasi penyimpangan anggaran. Program prioritas Presiden jangan sampai rusak di tingkat pelaksana.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak SPPG Panakkukang belum dapat dikonfirmasi. Telepon wartawan tidak diangkat, menambah panjang daftar pertanyaan publik soal transparansi dan keseriusan dalam menjalankan program makan gratis bagi anak-anak bangsa.