Ketua LSM Forum Rakyat Bersatu, Hendra Syam, turut melontarkan kritik keras. Menurutnya, praktik kriminalisasi terhadap pelapor adalah preseden buruk yang bisa menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum.
“Kalau hukum dipaksa berjalan dengan dasar yang cacat, itu bukan lagi penegakan hukum, tapi penyalahgunaan wewenang. Rakyat berhak tahu kebusukan ini. Jangan sampai hukum dijadikan alat untuk menindas rakyat kecil,” ucap Hendra dengan nada tinggi saat menggelar konferensi pers di warkop bilangan kota Makassar, Jumat (26/9/2025).
Ia menambahkan, skandal ini mengingatkan kembali pada tragedi pembakaran kantor DPRD Makassar beberapa tahun lalu, ketika amarah rakyat memuncak karena aparat dianggap berpihak pada kekuatan modal dan politik, bukan pada keadilan.
Tak sedikit pihak menduga bahwa proses hukum yang menjerat Aco sarat dengan “pesanan” dari pihak berkantong tebal. Hal ini semakin memperkuat stigma bahwa hukum di Indonesia bisa diperjualbelikan, tergantung siapa yang memiliki uang dan pengaruh.
“Kalau hukum bisa diperdagangkan, maka keadilan hanya milik mereka yang berduit. Ini bahaya besar bagi masa depan negara hukum kita,” lanjut Hendra.
Skandal ini pun menjadi ujian serius bagi Kapolri dan Jaksa Agung. Publik kini menanti, apakah pimpinan dua institusi penegak hukum tersebut akan membiarkan nama lembaga mereka tercoreng oleh ulah segelintir oknum, ataukah berani turun tangan langsung membersihkan praktik-praktik kotor yang mencabik wajah keadilan di Sulawesi Selatan.
Masyarakat sipil, aktivis hukum, hingga sejumlah akademisi sepakat bahwa kasus Aco tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja. Mereka menegaskan bahwa kriminalisasi pelapor bukan hanya melanggar asas hukum, tetapi juga mencederai prinsip demokrasi yang menjamin hak setiap warga untuk mencari keadilan.
“Bila hukum terus diperdagangkan, maka negara ini hanya akan menjadi panggung sandiwara bagi para pemilik modal. Jangan biarkan keadilan hanya jadi komoditas,” tutup Hendra. (*)