PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Pengadilan Negeri Sungguminasa, Kabupaten Gowa, menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada terdakwa kasus uang rupiah palsu, Annar Salahuddin Sampetoding.
Putusan itu dibacakan majelis hakim dalam sidang terbuka pada Rabu, 1 Oktober 2025. Selain pidana penjara, Annar diwajibkan membayar denda Rp300 juta, subsider tiga bulan kurungan.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Gowa.
Dalam tuntutannya, jaksa meminta majelis hakim menghukum Annar delapan tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider satu tahun kurungan. Atas perbedaan itu, baik jaksa maupun terdakwa menyatakan banding.
“Kami menilai hukuman lima tahun terlalu ringan dan tidak sebanding dengan dampak perbuatan terdakwa yang mengancam stabilitas mata uang negara,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Soetarmi.
Ia menyebut sikap banding itu sebagai bentuk komitmen lembaganya menjaga integritas penegakan hukum.
Dalam dakwaan primair, ungkap Soetarmi, jaksa menjerat Annar dengan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun.
Namun menurutnya, majelis hakim hanya menyatakan Annar terbukti bersalah melanggar pasal subsidiair, yakni Pasal 37 ayat (2) undang-undang yang sama.
Kasus pemalsuan uang yang menyeret Annar, urai Soetarmi, terungkap sejak 2022. Jaksa menyebut, selama periode 2022–2023, Annar memerintahkan saksi Muhammad Syahruna mempelajari cara membuat uang rupiah palsu.
Untuk keperluan itu, bebernya, Annar mentransfer dana hingga Rp287 juta ke rekening Syahruna. Uang itu dipakai membeli berbagai alat dan bahan percetakan.
Soetarmi merinci, peralatan lantas dibawa ke rumah Annar di Jalan Sunu 3, Kota Makassar. Pada Februari 2024, Syahruna sempat menjajal mesin cetak itu untuk membuat poster kampanye Annar, yang disebut-sebut berambisi maju sebagai calon Gubernur Sulawesi Selatan.
Upaya mencetak uang palsu dimulai Juli 2024. Namun, kata Soetarmi, hasil cetakan pecahan Rp100 ribu dinilai tidak sempurna.
"Annar kemudian meminta Syahruna menghentikan produksi dan memusnahkan peralatan," tukasnya.
Rencana itu urung terlaksana karena, kata dia, pada Mei 2024, Annar kedatangan Andi Ibrahim, politikus yang mencari sokongan dana untuk pencalonannya sebagai Bupati Barru.
"Annar lalu mempertemukan Ibrahim dengan Syahruna untuk membicarakan rencana percetakan uang. Setelah itu, kegiatan dipindahkan ke Gedung Perpustakaan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar," jelas Soetarmi.
Majelis hakim menilai peran Annar dalam perkara ini terbukti. Namun putusan lima tahun penjara dan denda Rp300 juta dianggap tidak sejalan dengan tuntutan jaksa yang mendasarkan dakwaan pada ancaman maksimal 15 tahun. “Karena itu, putusan ini akan diuji kembali di tingkat banding,” Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi, menandaskan. (Hdr)