Perampasan Aset Bisa ‘Liar’ Jika Tanpa Dasar “Rule of Law”

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, JAKARTA – Undang-Undang Perampasan Aset yang menjadi tuntutan pengunjuk rasa akhir Agustus 2025 akhirnya masuk dalam agenda program legislasi nasional (prolegnas) DPR RI. Menanggapi kencangnya tuntutan UU tersebut, Ketua Mahkamah Konstitusi RI 2013-2015, Hamdan Zoelva mengomentari, perampasan asset dapat digunakan sebagai tindakan yang efektif untuk memulihkan kerugian akibat tindak pidana. Mekanisme ini menjadi sangat penting untuk memulihkan kerugian, mengingat semakin canggihnya tindak pidana yang membawa kehilangan atau kerugian ekonomi, sementara mekanisme hukum pidana biasa atau upaya perdata tidak mencukupi. “Akan tetapi perampasan aset dapat menjadi liar dan tindakan sewenang-wenang dan melanggar HAM, jika tidak dilakukan berdasarkan “rule of law” dengan peradilan yang independen dan imparsial. Oleh karena itu, pengaturan UU PA harus rigid dan tegas, tidak multi interpretasi dengan jaminan integritas penegak hukum yang melaksanakannya,” ujar Hamdan Zoelva ketika membawakan orasi ilmiah di Universitas Islam Al Syafi’iyah, 23 September 2025.

Hamdan Zoelva mengatakan, perampasan aset tidak didasarkan pada penjatuhan pidana terhadap pelaku. Demikian juga perampasan aset tidak menghapuskan tuntutan pidana. Tetapi apabila aset sudah dirampas tidak dapat dirampas lagi melalui putusan perkara pidana. Jika aset dalam permohonan perampasan aset, sama dengan tuntutan pidana yang berlangsung maka, permohonan perampasan aset ditunda. Sampai putusan berkekuatan hukum tetap.

Sementara aset yang dirampas, kata Hamdan, yakni aset hasil tindak pidana baik yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung dari tindak pidana. Aset yang diketahui atau patut diduga digunakan melakukan tindak pidana. Aset lain yang sah milik pelaku tindak pidana sebagai pengganti aset yang telah dinyatakan dirampas oleh negara; Aset yang merupakan barang temuan yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana. Selain asset tersebut, juga termasuk: aset yang tidak seimbang dengan penghasilan yang tidak dapat dibuktikan asal usulnya. Aset yang merupakan benda sitaan dari tindak pidana.

Baca juga :  Dalam Raker Bersama DPD RI, Mentan Paparkan Lompatan Pertanian Sepanjang 2025

Hamdan menyebutkan, syarat upaya perampasan aset, perampasan aset dilakukan dalam hal: tersangka atau terdakwanya meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya; atau dapat pula terhadap aset yang perkara pidananya tidak dapat disidangkan; atau aset terdakwa telah diputus bersalah oleh pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan di kemudian hari ternyata diketahui terdapat aset tindak pidana yang belum dinyatakan dirampas.

Prosedur perampasan aset, imbuh Hamdan, penelusuran proses ini dilakukan oleh penyelidik atau penyidik atas surat perintah dan setelah mendapat izin pengadilan. Pemblokiran dan penyitaan, atas tindakan ini penyidik wajib mengumumkan adanya pemblokiran atau penyitaan tersebut dan pihak yang merasa berhak dapat dilakukan keberatan. Permberkasan yang dilakukan oleh penyidik kepada Jaksa Pengacara Negara dengan melampirkan adanya keberatan. Permohon ke Pengadilan oleh Jaksa Pengacara Negara. Dalam tahap ini jaksa wajib mengumumkan kembali adanya permohonan perampasan aset tersebut kepada publlik, dan pihak yang mersaha dirugikan dapat mengajukan perlawanan. Proses Pengadilan, apabila keberatan atau perlawanan beralasaan hukum, permohon pemrampasan aset ditolak. Pengelolaan aset juga oleh Jaksa Agung.

Dalam orasi bertajuk “Pentingnya UU Perampasan Aset (Asset Recovery)”, Hamdan Zoelva mengatakan, berbagai realitas tersebut UU “asset recovery” tindak pidana Undang-Undang Perampasan Aset Sipil — Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCBAF) menjadi penting untuk segera dibentuk. Namun demikian, hal mendasar yang harus dipertimbangan dengan matang adalah mengenai harta yang dapat disita melalui upaya NBCAF. Apa dan bagaimana dasar hukum serta mekanisme “asset recovery” seta kultur penegakkan hukum yang belum baik.
Dalam menjalankan konvensi tersebut, kata Hamdan, Indonesia telah melakukan upaya untuk membentuk aturan “asset recovery” sejak tahun 2012 melalui RUU mengenai Perampasan Aset yang hingga sekarang belum dibahas oleh DPR dan Pemerintah.

Baca juga :  Jelang Pemilihan Kades Serentak, Kapolres Sinjai Keluarkan Imbauan

Hamdan Zoelva mengatakan, pokok persoalannya yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana melaksanakan upaya perampasan aset untuk pemulihan kerugian akibat tindak pidana korupsi dengan tetap dilakukan dalam bingkai prinsip-prinsip negara hukum. Perampasan aset, sangat rentan terhadap penyalahgunaan wewenang yang melanggar HAM, apalagi kultur penegakkan hukum Indonesia yang belum baik. “Dua aspek yang harus menjadi perhatian, yaitu objek aset yang dirampas dan pembuktian adanya keterkaitan dengan tindak pidana serta bagaimana proses perampasan yang sejalan dengan prinsip “due process of law,” ujar ayah tiga anak tersebut.

Indonesia negara hakum. Segala tindakan negara harus menghormati HAM, “due proces of law” serta dilakukan melalui proses peradilan yang independen dan imparsial. “Penegakkan hukum juga harus memperhatikan prinsip negara kesejahteraan,” ujar putra pasangan K.H. Muhammad Hasan, BA-Hj Zainab H. Yakub (almh) tersebut.

Suami R.A. Nina Damayanti ini menyebutkan, perampasan harta milik perseorang atas badan usaha pada dasarnya merupakan pelanggaran atas prinsip HAM yang dijamin oleh konstitusi. Pasal 28G UUD 1945 “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakjan hak asasi”. Pasal 28H ayat (4): ”Setiap orang berhak mempunya harta milik pribadi dan hak tersebut tidak dapat diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”.

Pada United Natrions Convention Against Corruption (UNCAC) — Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi, 2003, menyebutkan, perampasan aset pelaku tindak pidana korupsi dapat dilakukan melalui jalur pidana dan jalur perdata. Proses perampasan aset kekayaan pelaku melalui jalur pidana melalui empat tahapan, yaitu:
Pertama, pelacakan aset dengan tujuan untuk mengidentifikasi, bukti kepemilikan, lokasi penyimpanan harta yang berhubungan delik yang dilakukan.

Baca juga :  Pemkab Bone Raih WTP Lagi

Kedua, pembekuan atau perampasan aset sesuai Bab I Pasal 2 huruf (f) UNCAC 2003 di mana dilarang sementara menstransfer, mengonversi, mendisposisi atau memindahkan kekayaan atau untuk sementara menanggung beban dan tanggung jawab untuk mengurus dan memelihara serta mengawasi kekayaan berdasarkan penetapan pengadilan atau penetapan dari otoritas lain yang berkompeten.

1
2TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Kepala SMKN 1 Maros Jajaki Kerja Sama dengan Disnakertrans untuk Serap Alumni

PEDOMANRAKYAT, MAROS – Kepala SMKN 1 Maros, Drs. Muhtar, M.M, melakukan silaturahmi dengan Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi...

Jaga Situasi Kondusif, Satlinmas Empat Desa di Tomoni Timur Gelar Patroli Malam

PEDOMANRAKYAT, LITIM – Malam baru saja turun di Kecamatan Tomoni Timur, Rabu (1/10/2025). Jalanan desa yang biasanya lengang...

Polres Soppeng Cek Stock dan Kualitas Beras SPHP di Gudang BULOG  

PEDOMANRAKYAT, SOPPENG - Kasat Binmas Polres Soppeng Iptu Andri Hermansyah S,Sos M,Si bersama sejumlah personil secara khusus menyambangi...

Hapsak Pancasila, Kejari Soppeng Teken MoU dengan Dandim 1423

PEDOMANRAKYAT, SOPPENG – Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila (Hapsak) diikuti segenap jajaran Kejaksaan Negeri (Kejari) Soppeng dan PJU...