Maria menegaskan bahwa putusan tersebut seharusnya menjadi evaluasi penting bagi aparat penegak hukum. Ia menilai, sejak awal penetapan tersangka dan penahanan terhadap kliennya dilakukan tanpa kecermatan yang memadai.
“Dalam setiap penetapan tersangka mestinya ada gelar perkara yang obyektif. Tapi pada kasus ini, terbukti ada kekeliruan serius. Maka dari itu, kami meminta agar penyidik yang terlibat dalam penetapan tersebut juga diperiksa,” tegasnya.
Ia menyebut setidaknya ada beberapa nama pejabat yang dianggap harus dimintai pertanggungjawaban, termasuk mantan Kasat Reskrim dan pihak lain yang menandatangani penetapan. Menurut Maria, hal itu penting untuk menegakkan disiplin, memberikan efek jera, sekaligus memastikan kasus serupa tidak terulang.
Selain itu, pihaknya juga menyinggung soal dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kasus ini. Maria mengungkapkan, setidaknya ada lima poin dugaan pelanggaran yang saat ini telah dicatat, dan kemungkinan jumlahnya bisa bertambah bila ada pengembangan penyelidikan lebih lanjut.
“Kami berharap Propam Polri maupun instansi terkait tidak mandul dalam menangani persoalan ini. Karena menyangkut kepercayaan publik terhadap aparat kepolisian. Jangan sampai praktik pelanggaran hukum kembali terjadi kepada masyarakat lain di kemudian hari,” tambahnya.
Maria menutup keterangannya dengan menegaskan bahwa pihaknya tidak hanya fokus pada penghentian perkara, tetapi juga pemulihan nama baik dan harkat martabat Ishak Hamzah. Menurutnya, perjuangan hukum ini menjadi pelajaran berharga agar penegakan hukum lebih berhati-hati dan menjunjung tinggi keadilan. (*)