Oleh: MUSLIMIN MAWI
Langit pertanian Indonesia tahun 2025 tampak cerah dan penuh harapan. Laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi beras nasional Januari–November 2025 mencapai 33,19 juta ton, meningkat tajam 12,62% dibanding periode yang sama tahun 2024 yang hanya 29,47 juta ton.
Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cermin dari kerja keras, kebijakan yang berpihak pada petani, serta semangat pantang menyerah yang telah lama berurat akar dalam jiwa bangsa, khususnya semangat resopa temmangingngi namalomo naletei pammase dewata: hanya dengan kerja keras yang sungguh-sungguh, rahmat Tuhan akan turun menyertai.
Kenaikan produksi ini semakin mendekatkan Indonesia pada cita-cita besar, swasembada beras. Data internasional pun seolah mengamini arah langkah tersebut.
United States Department of Agriculture (USDA) memperkirakan produksi beras Indonesia akan menembus 34,6 juta ton, sementara Food and Agriculture Organization (FAO) bahkan memproyeksikan capaian hingga 35,6 juta ton untuk masa tanam 2025/2026.
Artinya, kinerja pertanian nasional kini menapak pada jalur yang selaras dengan proyeksi dunia, suatu capaian yang belum pernah terjadi dalam tujuh tahun terakhir. Lebih dari sekadar angka, capaian 33,19 juta ton ini menjelma menjadi simbol kepercayaan diri bangsa bahwa pangan, sebagai penopang utama kehidupan, kini tidak lagi menjadi sumber keresahan.
Beras bukan lagi pemicu inflasi, melainkan penyangga stabilitas harga dan daya beli masyarakat. Di tengah fluktuasi global yang tak menentu, Indonesia justru berdiri tegak dengan ladang-ladang yang menghijau, padi yang menguning dan petani yang kembali tersenyum bangga.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, putra Bugis yang dikenal dengan watak getteng, lempu, dan ada tongeng, teguh pendirian, jujur dan menepati janji, menyampaikan dengan nada penuh keyakinan:
“Insya Allah, dalam tiga bulan ke depan, atas ridho Allah SWT, Indonesia akan mengukuhkan diri sebagai negara swasembada beras.”
Ungkapan itu bukan sekadar janji birokratik, melainkan pernyataan iman dan tekad seorang pemimpin yang memegang teguh falsafah Bugis-Makassar, “Narekko mappoji, aja’ mappoji-poji; narekko mappalaja, aja’ mappalaja-laja”, jika ingin berhasil, jangan hanya berharap, jika ingin belajar, jangan setengah hati.
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, sektor pertanian mendapatkan napas baru yang berlandaskan ketegasan visi, keberanian mengambil keputusan dan keberpihakan pada rakyat kecil.
Loyalitas para penggerak di lapangan, para petani, penyuluh, dan tenaga pendukung, bertemu dengan arah kebijakan yang jelas. Itulah harmoni antara pemimpin dan rakyat yang dalam falsafah Bugis disebut assituruseng, saling menopang untuk satu tujuan bersama.
Tak hanya produksi yang menanjak, Nilai Tukar Petani (NTP) pun turut menguat. BPS mencatat pada September 2025, NTP nasional mencapai 124,36, naik dari 123,57 atau naik 0,63 persen dari bulan sebelumnya.
Angka ini mencerminkan bahwa kesejahteraan petani meningkat, karena harga yang mereka terima lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang harus mereka keluarkan. Di balik setiap peningkatan NTP, ada kerja keras tanpa lelah di bawah terik matahari, ada tangan-tangan yang menanam dengan keyakinan dan ada kebijakan yang berpihak pada mereka.
Kini, ketika dunia menatap Indonesia dengan rasa hormat atas ketahanan pangannya, masyarakat Nusantara patut merenung sejenak: bahwa keberhasilan ini bukan datang dari langit, melainkan hasil dari resopa, kerja keras yang tak mengenal lelah.
Falsafah leluhur Bugis-Makassar mengajarkan bahwa “tenna sirinna, na tenna pakita tau, na tenna pammase Dewata”, tanpa kesungguhan hati, tanpa penghormatan pada sesama dan tanpa ridho Tuhan, tiadalah keberhasilan yang sejati.
Karena itu, capaian beras tahun 2025 bukan semata prestasi teknokratik, tetapi perwujudan dari nilai-nilai luhur bangsa, kerja keras, kejujuran, loyalitas dan pengabdian.
Di bawah kepemimpinan yang tegas dan visioner, Indonesia kini menapaki jalan menuju kedaulatan pangan. Dan di sawah-sawah yang menguning itu, terselip doa dan keyakinan, bahwa dari butir padi yang tumbuh di bumi pertiwi, lahirlah martabat bangsa yang berdiri di atas keringat rakyatnya sendiri.
Eramas, 2000, 05 Oktober 2025
Penulis, Aktivis dan Pemerhati Organisasi.