PEDOMANRAKYAT, JAKARTA - Dugaan penyimpangan dalam proses pengelolaan pengiriman kargo haji oleh PT Pos Indonesia kembali mencuat ke ruang publik. Kali ini, laporan masyarakat telah resmi masuk ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia, menyusul dugaan kuat terjadinya manipulasi berat paket dalam pengiriman barang petugas haji dari Arab Saudi ke Indonesia pada musim haji 2025.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI), dugaan pelanggaran ini bermula dari aspirasi sejumlah petugas haji yang bertugas di Arab Saudi, yang mengharapkan adanya kebijakan pembebasan biaya pengiriman satu koli paket per orang sebagaimana pernah diberlakukan pada tahun sebelumnya. Aspirasi ini kemudian disampaikan kepada Ketua Satgas Pengelola Kargo Haji dan, berdasarkan kesepakatan informal di tingkat internal, disetujui untuk difasilitasi.
Nama-nama petugas yang akan memanfaatkan kebijakan tersebut dicatat melalui komunikasi grup internal, dan hanya mereka yang masuk dalam daftar yang kemudian mengirimkan paket melalui jalur pengiriman resmi PT Pos Indonesia. Namun dalam praktiknya, paket-paket tersebut diinput ke dalam sistem logistik perusahaan dengan berat seragam hanya 1 (satu) kilogram tanpa mencerminkan berat aktual barang yang dikirim.
Padahal, sebagian besar paket diketahui secara kasat mata memiliki berat jauh melebihi satu kilogram. Ketika paket-paket tersebut tiba di Indonesia, dilakukan uji petik oleh tim inspeksi lapangan. Dari pemeriksaan tersebut terungkap adanya selisih berat yang cukup signifikan antara data input dengan kondisi aktual, yang kemudian dilaporkan kepada Direktorat Operasional perusahaan.
Ketua Umum KAKI Arifin Nur Cahyo menyatakan bahwa modus dugaan rasuah ini adalah data bagasi dibuat menjadi hanya seberat 1 Kg, padahal dari data riil itu mencapai 30 Kg. “Kasus ini terjadi banyak dan massif. Kami menduga ini ada keterlibatan banyak petugas kargo haji dari PT Pos Indonesia,” kata Arifin.
Pihaknya pun meminta Kejagung segera menyelidiki penyedia jasa kargo PT Pos Indonesia tersebut.
“Karena kecurangan ini sangat merugikan PT Pos Indonesia serta merugikan keuangan negara,” jelasnya.
Dugaan fraud ini menjadi semakin serius mengingat Pos Indonesia adalah perusahaan milik negara (BUMN), yang wajib tunduk pada prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan memiliki kewajiban akuntabilitas kepada publik dan negara. Kecurangan dalam bentuk manipulasi data logistik dapat menciptakan kerugian keuangan, baik secara langsung (dari
selisih ongkos kirim) maupun tidak langsung (dari gangguan terhadap sistem kontrol dan kredibilitas data internal).
Lebih jauh lagi, penyimpangan ini juga mencerminkan lemahnya pengawasan internal. Tidak adanya sistem validasi berat paket yang terintegrasi dan ketergantungan pada input manual menunjukkan celah besar dalam sistem operasional PT Pos Indonesia. Jika penyimpangan semacam ini bisa terjadi dalam lingkup layanan kargo haji, tidak tertutup kemungkinan pola serupa dapat terjadi di sektor layanan lainnya, yang tentu menimbulkan risiko reputasi dan hukum bagi perusahaan.
Dampak dari tindakan manipulatif ini tetap ada, baik terhadap kepercayaan publik maupun integritas sistem operasional perusahaan. Penyelesaian internal tanpa langkah korektif yang menyeluruh hanya akan memperbesar ruang terjadinya pelanggaran serupa di kemudian hari.
Laporan masyarakat ke Kejaksaan Agung menunjukkan bahwa publik menganggap kasus ini layak untuk diselidiki secara hukum. Keberadaan dugaan perbuatan melawan hukum dalam lingkup internal korporasi, apalagi yang dilakukan secara terorganisir dan tanpa dasar kebijakan resmi, dapat masuk ke dalam ranah pidana korporasi dan pelanggaran terhadap prinsip transparansi pengelolaan badan usaha milik negara.
Hingga berita ini diturunkan, PT Pos Indonesia belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait laporan tersebut. Namun dalam konteks perusahaan publik, keterbukaan informasi dan sikap kooperatif terhadap proses hukum menjadi penting untuk menunjukkan komitmen terhadap akuntabilitas dan perbaikan tata kelola.
Atas passifnya PT Pos Indonesia dalam merespons dugaan tindak pidana ini, Arief selaku ketua LSM KAI mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa untuk meminta aparat penegak hukum segera memproses laporan tersebut, karena PT Pos Indonesia tidak memberikan penjelasan sehingga patut diduga tindakan fraud ini dilakukan secara sistematis di lingkungan PT Pos Indonesia.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa perusahaan negara memiliki beban tanggung jawab ganda: melayani kepentingan masyarakat sekaligus menjaga integritas internal. Setiap bentuk penyimpangan, sekecil apa pun, harus ditangani secara serius dan transparan, agar tidak menggerus kepercayaan publik dan merusak fondasi tata kelola perusahaan yang sehat. (*)