“Tapi untung saja Notaris tersebut tidak mengikuti permintaan mereka, sehingga akhirnya terlapor dan anaknya masih bisa mendapatkan hak waris dari almarhum suaminya, yang dapat dipergunakannya untuk kelangsungan hidup dengan anak semata wayang saya,” jelasnya.
Setelah penjualan tanah tersebut hubungan terlapor dengan ke-5 saudara kandung suaminya menjadi memburuk akibat permasalahan harta warisan. Sebab ke-5 saudara kandung suaminya selalu meminta sertifikat tanah kepadanya, juga meminta mobil karena mobil tersebut atas nama suaminya dan meminta emas dan tupak (uang pesta).
Karena khawatir, jika surat-surat tersebut dikuasai oleh mereka, bisa-bisa anak terlapor, Catherine Angela Mariska yang menjadi ahli waris pengganti ayahnya tidak mendapatkan bagian waris sebagaimana mestinya. Terlapor menyarankan agar seluruh warisan dari orang tua suaminya diselesaikan secara musyawarah dan mufakat akan tetapi tidak menemui kesepakatan.
Untuk melindungi hak dari anak saya, Catherin Angela Mariska sebagai ahli waris pengganti almarhum ayahnya. Terlapor kemudian mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Pekanbaru, dengan harapan anaknya tercatat sebagai ahli waris pengganti almarhum ayahnya, Richard Maruli Fernando yang merupakan ahli waris dari almarhum Robinson Aluman Sitorus dan almarhumah Parange Panjaitan, yang tertuang dalam Putusan Perkara Nomor 155/Pdt.G/2024/PN Pbr tanggal 03 Juni 2024.
“Saya dan anak saya merasa tidak mendapat keadilan dan tidak tahu mau membuat pengaduan lagi agar penyidik Polsek Sukajadi diperiksa dengan tindakan semena-mena menaikan kasus perdata menjadi pidana dengan waktu yang sangat singkat hanya 2 bulan. Saya juga telah mendapatkan penetapan dari pengadilan sebagai wali yang sah yang berhak untuk menjual dan menyimpan mengelola bagian harta warisan milik anak saya,” paparnya.
“Pak Kapolri tolong saya pak. Saya bukan pencuri, perampok dan pelaku penggelapan. Saya hanya mempertahankan surat agar tidak disalahgunakan. Saya sudah buat surat ke Propam Polda untuk dilakukan gelar perkara, tolong pak Kapolri ini hanya kasus keluarga yang harus diselesaikan pembagiannya di pengadilan perdata bukan di kantor polisi,” pintanya.
Selain itu, terlapor juga telah melayangkan surat kepada Kapolda Riau cq Dirkrimum dan Irwasda untuk mengajukan permintaan gelar perkara di Polda Riau. Namun hingga kini, belum juga ada tanggapan. Terlapor juga sudah memohon perlindungan kepada Kompolnas, Komnas Perempuan dan Anak (PA) agar memperhatikan kasus ini. (*)