PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Tim AI-Ware Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Hasanuddin (Unhas) kini mengembangkan Modul Mindfulness guna menghadapi gelombang ketergantungan mahasiswa terhadap AI.
Tim AI-Ware yang lahir dari Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial-Humaniora dan diketuai oleh Melisa Tandiari bersama Salsyahrani Qurana R, We Tenri Dio, Girbsan Ananta Patabang, serta Eno Zakira Anisa, telah sukses menyelenggarakan program intervensi berbasis mindfulness guna mengurangi dependency on AI pada mahasiswa.
Tim tersebut berangkat dari keprihatinan terhadap peningkatan penggunaan AI oleh mahasiswa dalam proses belajar, khususnya dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik yang kompleks.
Kemudian, lahirlah modul intervensi yang memadukan prinsip mindfulness dengan edukasi penggunaan teknologi secara sehat dan sadar. Tujuannya untuk membantu mahasiswa melihat AI sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti proses berpikir kritis atau motivasi belajar.
“Banyak mahasiswa saat ini bergantung pada AI untuk menyelesaikan tugas tanpa benar-benar memahami materi. Kami ingin mengintervensi cara berpikir itu, bukan dengan melarang, tapi dengan mengajak kembali pada kesadaran,” ungkap Melisa Tandiari selaku Ketua Tim dari Psikologi kepada media ini, Selasa (14/10/2025).
Menurutnya, modul yang dikembangkan terdiri dari enam sesi. Tiga sesi pertama: Mindful Breath, Body Sensations, dan Compassionate Body Scan berfokus pada penyadaran inderawi dengan mengajak untuk lebih hadir pada pengalaman tubuh sebagai dasar kesadaran.
Sementara, tiga sesi lanjutan yaitu The AI Waves, The Safe Space, dan Wanting Release dirancang untuk mengeksplorasi hubungan emosional dan psikologis partisipan dengan AI. Dalam sesi ini, mahasiswa diajak mengenali pola pikir, dorongan impulsif, dan kecemasan yang muncul terkait penggunaan AI.
“Lewat sesi The AI Waves, kami meminta peserta memvisualisasikan gelombang pikiran yang mendorong mereka membuka AI saat merasa tidak mampu. Kami tidak menghakimi, tapi mengajak mereka mengamati dan memahami dorongan yang muncul,” jelas Melisa.
Hasil dari intervensi ini menjanjikan melalui catatan harian, ditemukan bahwa meditasi mindfulness membantu memberikan penyadaran atas kebiasaan menggunakan AI secara otomatis. Banyak yang berpenghayatan mulai dapat mengelola keinginan menggunakan AI dan mencoba berpikir secara mandiri.
Partisipan inisial N menulis dalam buku hariannya, “Setelah sesi selesai, saya menyadari bahwa saya membuka ChatGPT setiap kali merasa cemas tidak bisa menjawab soal. Sekarang saya belajar untuk memberi jeda, mencoba secara mandiri mengerjakan tugas, lalu pakai AI jika benar-benar butuh saja.” Pernyataan ini menunjukkan peningkatan motivasi belajar dan kontrol diri peserta setelah mengikuti program.
Melalui program ini, sambung Salsyahrani Qurana, Tim AI-Ware menekankan bahwa pihaknya tidak anti-AI. Sebaliknya, mereka ingin mendorong penggunaan AI secara bijak dan beretika, guna mendorong kesadaran bahwa teknologi hanyalah alat bantu, bukan pengganti kapasitas intelektual mahasiswa.
“Kita tidak bisa lepas dari AI, tapi kita bisa belajar menggunakannya dengan sadar,” tegasnya mengakhiri keterangannya. (*)