PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Pergantian pucuk pimpinan di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan membuka kembali sorotan publik terhadap lambannya penanganan perkara dugaan korupsi Anggaran Rumah Tangga (ART) pimpinan DPRD Tana Toraja.
Kajati Agus Salim resmi digantikan oleh Dr. Didik Farkhan Alisyahdi, disertai rotasi di jabatan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus).
Bagi kelompok antikorupsi di Sulsel, pergantian ini bukan sekadar seremonial birokrasi. Mereka menilai momen itu harus menjadi koreksi atas kinerja penegakan hukum yang dinilai jalan di tempat.
Ketua Badan Pekerja Anti-Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Kadir Wokanubun, menyebut perubahan pimpinan semestinya menjadi momentum mempercepat proses hukum, bukan memperpanjang stagnasi perkara.
“Pergantian pucuk pimpinan di Kejati Sulsel seharusnya menjadi momentum korektif, bukan rotasi struktural belaka. Kasus dugaan korupsi ART DPRD Tana Toraja ini terlalu lama parkir di tahap penyelidikan tanpa arah yang jelas,” ujar Kadir saat dihubungi media ini, Selasa, 14 Oktober 2025.
Kadir menuturkan, penyelidikan kasus ini sudah berjalan lebih dari dua tahun. Puluhan saksi telah diperiksa, dokumen APBD diserahkan, namun belum ada kepastian peningkatan ke tahap penyidikan.
“Padahal indikasi penyalahgunaan anggaran sudah sangat terang,” katanya.
Menurut Kadir, hasil pemeriksaan seharusnya cukup menjadi dasar bagi Kejati Sulsel untuk meningkatkan status perkara.
“Kalau sudah ditemukan fakta, rumah jabatan tidak ditempati tapi biaya konsumsi, listrik, dan pemeliharaan terus berjalan bertahun-tahun, mestinya sudah waktunya naik penyidikan,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar kepemimpinan baru di bidang Pidsus tak mengulang “kultur penundaan” yang menciptakan kesan tebang pilih dalam penegakan hukum.
“Jangan sampai pergantian pimpinan malah dijadikan strategi pendinginan kasus,” ucapnya.
Kadir menolak pandangan, pengembalian kerugian negara bisa dijadikan dasar penghentian perkara.
“Dalam hukum tipikor, pengembalian kerugian negara bukan alasan menghapus pidana, hanya faktor yang meringankan. Ini soal akuntabilitas lembaga publik, bukan kesalahan administrasi,” tuturnya.