Paradoks Tenaga Kerja Indonesia, Dr. Ir. Affandy Agusman Aris : Rajin, Tapi Belum Produktif di Era Digital

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Indonesia dikenal dengan tenaga kerjanya yang rajin dan ulet. Namun di balik etos kerja tinggi itu, terselip paradoks besar, yakni produktivitas tenaga kerja Nasional masih tertinggal dari sejumlah negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam. Laporan terbaru World Bank East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2025 mengungkap, produktivitas pekerja Indonesia masih belum beranjak signifikan, bahkan kalah dibanding negara-negara dengan jumlah tenaga kerja lebih sedikit namun berdaya saing tinggi.

Menurut laporan Bank Dunia tersebut, skor produktivitas tenaga kerja Indonesia berada pada angka 9,04, diperoleh dari perbandingan antara Produk Domestik Bruto (PDB) dan total pekerja yang bekerja. Angka ini masih di bawah Malaysia (10,13), China (9,87), dan Thailand (9,38). Sementara itu, Indonesia hanya sedikit lebih unggul dari Laos (8,63) dan Myanmar (8,13).

“Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu indikator penting dalam menilai daya saing ekonomi suatu negara. Semakin tinggi produktivitas, semakin besar pula nilai tambah yang dihasilkan setiap pekerja terhadap perekonomian Nasional,” ujar Dr. Ir. Affandy Agusman Aris, ST, MT, MM, MH, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Inovasi Universitas Indonesia Timur, kepada media ini, Rabu (15/10/2025).

Di balik angka partisipasi kerja yang cukup tinggi — 65,65% penduduk usia kerja memiliki pekerjaan — Indonesia masih menghadapi masalah mendasar: kualitas pekerjaan yang belum produktif. Mayoritas pekerja masih terkonsentrasi di sektor pertanian tradisional dan jasa informal perkotaan yang memberikan kontribusi ekonomi rendah.

“Sebagian besar tenaga kerja kita masih berada di sektor berproduktivitas rendah. Ini yang membuat pertumbuhan ekonomi kita cenderung melandai meski jumlah tenaga kerja besar. Sementara itu, Vietnam mencatat tingkat pekerjaan 71,02%, dan Malaysia 66,54%, dengan dominasi di sektor manufaktur berteknologi menengah dan tinggi. Kamboja, bahkan, menempati posisi tertinggi di kawasan dengan tingkat pekerjaan mencapai 79,78%, menunjukkan kuatnya sektor padat karya di negara tersebut,” ungkap Dr. Affandy.

Baca juga :  Sebesar Rp 4,4 Miliar DAK Tahun 2022 Diperuntukkan Kepada 15 Sekolah Dasar

Rendahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia juga dipengaruhi kesenjangan keterampilan (skills gap) dan ketidaksesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan industri modern. Transformasi digital dan otomasi industri memerlukan tenaga kerja yang adaptif, kreatif, serta memiliki kompetensi digital yang kuat.

“Banyak lulusan kita belum siap menghadapi dunia industri 4.0 karena sistem pendidikan dan pelatihan vokasi masih belum sinkron dengan kebutuhan sektor usaha dan manufaktur,” tukasnya.

1
2TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Berkas TPPU Sulfikar Dikembalikan, Jaksa Temukan Cacat Prosedur di Polda Sulsel

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret nama pengusaha Sulfikar kembali berbelok arah. Kejaksaan...

Dedikasi dr. Aan Andrian: Dampingi Ratusan Jamaah Umrah dalam Keadaan Sehat

PEDOMANRAKYAT, WAJO - Sebanyak 363 jamaah umrah yang berangkat bersama PT Darmawan Tour & Travel dipastikan dalam kondisi...

DPRD Setujui Hasil Kerja Pansus terhadap 3 Ranperda Pemkab Pinrang

PEDOMANRAKYAT, PINRANG - DPRD Pinrang akhirnya menyetujui hasil kerja Tiga Pansus DPRD yang dibentuk beberapa waktu, berkaitan dengan...

Rahmad Syah, Ayah Raline Shah Jadi Korban Scamming, Rugi Rp 254 Juta, Pelaku Kendalikan Aksi dari Dalam Lapas

PEDOMANRAKYAT, MEDAN - Direktorat Reserse Siber Polda Sumut mengungkap kasus scamming yang menimpa Dr. Rahmat Shah, ayah dari...