Bank Dunia juga menyoroti mobilitas tenaga kerja antarwilayah yang rendah, akibat ketimpangan infrastruktur, urbanisasi tidak merata, serta biaya hidup tinggi di kota-kota besar. Hambatan ini membuat potensi Produktivitas Nasional sulit tumbuh optimal.
Laporan yang sama memperingatkan bahwa penuaan populasi (aging population) dapat menjadi tantangan besar bagi Indonesia dalam dua dekade mendatang. Jumlah penduduk usia produktif akan menurun, sementara populasi lansia meningkat, menekan pasokan tenaga kerja dan memperbesar rasio ketergantungan ekonomi. Tanpa peningkatan produktivitas dan inovasi, penuaan penduduk bisa menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang, tulis Bank Dunia dalam laporannya.
Menurut Dr. Affandy, momentum transformasi digital dan industrialisasi hijau harus menjadi titik balik kebijakan ketenagakerjaan nasional. Pemerintah dan dunia pendidikan perlu memperkuat ekosistem pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning), memperluas akses pelatihan vokasi berbasis teknologi, serta mendorong sinergi antara Universitas, Industri, dan Pemerintah.
“Kita harus beralih dari paradigma tenaga kerja murah menuju tenaga kerja cerdas dan produktif. Rajin saja tidak cukup di era digital — yang dibutuhkan adalah efisiensi, inovasi, dan nilai tambah,” tegasnya.
Tanpa lompatan besar dalam produktivitas, Indonesia berisiko terjebak dalam jebakan pendapatan menengah (middle income trap) dan tertinggal dari negara-negara Asia yang lebih cepat beradaptasi.
Namun, dengan strategi pembangunan SDM yang berorientasi pada kompetensi dan digitalisasi, Indonesia masih memiliki peluang besar untuk membalikkan keadaan,” tandas Dr. Affandy. (jw)