Bagi Dr. Sumbo, desainer komunikasi visual tidak hanya berkutat dalam ruang visual, tetapi juga harus mampu menyeberang ke wilayah verbal. Huruf adalah tanda, dan setiap tanda memanggil kesadaran pembacanya untuk menafsirkan.
“Desainer tidak hanya membuat gambar yang indah. Ia harus mampu mendekonstruksi visual menjadi pesan verbal. Karena huruf-huruf itu sejatinya adalah tanda kehidupan,” pungkasnya.
Percakapan sore itu tidak hanya berhenti pada diskursus akademik. Ia menjelma menjadi ruang tafsir bersama. Huruf-huruf dibicarakan bukan sekadar bentuk, melainkan napas yang menyalurkan makna ke dalam kehidupan sehari-hari.
Sakkir, fasilitator Rumah Buku SaESA, menutup dengan refleksi hangat:
“Typography adalah asteroid kecil yang menjaga agar huruf-huruf tidak mati dalam sistem pesan. Hari ini kita belajar, bahwa mengamati huruf berarti menjaga kehidupan itu sendiri.”
Pengajian seni ini bukan sekadar pertemuan daring. Ia adalah ritual visual — tempat huruf, bunyi, dan jiwa desain saling berdialog dalam kesadaran estetika. Semoga dari ruang virtual kecil di Bulukumba, percakapan tentang huruf dan makna ini terus berdenyut, membawa cahaya bagi dunia komunikasi visual yang lebih hidup dan manusiawi.
( Musakkir Basri )