PEDOMANRAKYAT, PAREPARE — Sebuah mesin sederhana tampak menderu di halaman rumah seorang peternak di Kelurahan Wattang Bacukiki, Parepare.
Bilah pisaunya berputar cepat, mencacah batang-batang rumput gajah menjadi potongan halus yang siap jadi pakan sapi.
Di balik mesin itu, berdiri sekelompok dosen dan mahasiswa dari Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP), tersenyum puas menyaksikan hasil kerja mereka.
Mesin pencacah rumput gajah tersebut merupakan hasil riset dan pengabdian masyarakat dari Center for Mechatronics and Control System (CMCS), Program Studi Sarjana Terapan Teknik Mekatronika dan Program Studi S2 Terapan Rekayasa Teknologi Manufaktur PNUP.
Tim yang diketuai Dr. Eng. Abdul Kadir Muhammad, bersama empat dosen lainnya yaitu, Paisal, Mukhtar, Lewi, dan Ariawan Bayu Wicaksono, menyerahkan langsung alat inovatif itu kepada kelompok peternak Parepare pada Jumat, 3 Oktober 2025 lalu.
“Teknologi ini kami rancang agar bisa menjadi solusi nyata bagi peternak yang masih bergantung pada cara manual,” ujar Abdul Kadir, Sabtu, 18 Oktober 2025.
“Kami ingin membawa semangat teknologi tepat guna yang efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan,” tuturnya lagi.
Mesin tersebut, kata Abdul Kadir, dirancang dengan dua lubang masukan dan satu keluaran di bagian depan.
Menurutnya, motor diesel yang menggerakkan mata pisau di dalamnya mampu mencacah hingga 6–7 kilogram rumput per menit, lonjakan produktivitas hampir 30 kali lipat dibandingkan cara manual yang hanya mencapai 0,2 kilogram per menit.
Bagi peternak lokal, urai Abdul Kadir, peningkatan ini bukan sekadar angka. Dengan kecepatan kerja seperti itu, mereka dapat menghemat waktu dan tenaga, sekaligus mengurangi limbah hijauan yang kerap menumpuk dan menimbulkan bau tidak sedap.
"Potongan rumput yang lebih halus juga meningkatkan daya cerna ternak, sehingga pertumbuhan hewan menjadi lebih optimal," bebernya.
Abdul Kadir menuturkan, sejak tahap perancangan hingga uji coba lapangan, para mahasiswa Teknik Mekatronika PNUP dilibatkan secara aktif.
Mereka bukan sekadar pembuat desain di ruang laboratorium, ujar Abdul Kadir, tapi juga ikut menyalakan mesin, memeriksa komponen, hingga berdialog dengan peternak pengguna.
“Pendekatan seperti ini penting untuk menumbuhkan empati dan kepekaan sosial,” kata Paisal, salah satu anggota tim dosen.
“Mereka belajar, teknologi bukan hanya soal efisiensi, tapi juga dampaknya terhadap kehidupan masyarakat,” ungkapnya.
Program pengabdian ini didanai melalui Program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) PNUP dan difasilitasi oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) kampus.
Pemerintah Kota Parepare turut memberikan apresiasi, menyebut inisiatif tersebut sejalan dengan agenda peningkatan kesejahteraan peternak dan pengelolaan limbah organik.
Selain menyerahkan mesin, tim CMCS juga memberikan pelatihan penggunaan dan perawatan kepada para peternak agar alat tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal.
Pendampingan teknis akan terus dilakukan untuk memastikan keberlanjutan fungsi dan manfaatnya.
Ke depan, sebut Abdul Kadir, CMCS PNUP berencana memperluas penerapan teknologi serupa ke berbagai wilayah lain di Sulawesi Selatan.
Abdul Kadir dan tim berharap inovasi kecil ini bisa menjadi awal dari gerakan besar penerapan teknologi tepat guna di sektor pertanian dan peternakan.
“Kalau peternak bisa bekerja lebih efisien, lingkungan terkelola dengan baik, dan mahasiswa belajar langsung dari realitas sosial, itulah esensi pendidikan vokasi yang kami perjuangkan,” ujarnya.
Dari sebuah bengkel di kampus Politeknik Negeri Ujung Pandang di Makassar, teknologi ini kini berputar di ladang-ladang Parepare, membawa harapan baru bagi peternak rumahan yang selama ini mengandalkan sabit dan tangan, Dr. Eng. Abdul Kadir Muhammad, menandaskan. (Hdr)