PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR —
Lembaga Investigasi Badan Penyelamat Aset Negara (LI BAPAN) Sulawesi Selatan kembali menyoroti kinerja dua instansi pemerintah, yakni Dinas Tata Ruang Kota Makassar dan pihak Kecamatan Wajo. Sorotan tersebut terkait belum adanya respons atas surat laporan resmi mengenai dugaan penyalahgunaan fasilitas umum (fasum) oleh PT Honda Sanggar Laut Selatan di jantung Kota Makassar.
Kepala LI BAPAN Kota Makassar, Drs. H. Rajadeng Karaeng Lau, menyatakan bahwa lambannya tindak lanjut dari kedua instansi tersebut menjadi tanda tanya besar dan mengindikasikan adanya unsur pembiaran, bahkan dugaan permainan birokrasi di balik diamnya pihak berwenang.
“Kami sudah melayangkan laporan resmi sejak bulan September lalu, namun hingga kini belum ada tanggapan dari pihak Kecamatan Wajo maupun Dinas Tata Ruang. Laporan itu berkaitan dengan dugaan penggunaan lahan fasum tanpa izin oleh PT Honda Sanggar Laut Selatan,” ungkap Karaeng Lau, Sabtu (18/10/2025).
Menurut Karaeng Lau, sikap diam dan minimnya langkah dari pemerintah kota justru memperkuat dugaan bahwa ada unsur kelalaian administratif atau bahkan pembiaran yang disengaja.
“Lambatnya respon surat kami bisa menjadi indikator tidak adanya langkah konkret dari dinas terkait. Kami menduga ada upaya mengulur waktu atau bentuk permainan birokrasi yang membuat laporan masyarakat diabaikan. Karena itu, kami mendesak agar Dinas Tata Ruang dan Bangunan segera menindaklanjuti laporan kami tertanggal 9 September 2025,” tegasnya.
Lebih lanjut, Karaeng Lau mengungkapkan bahwa laporan masyarakat beberapa bulan terakhir menyoroti adanya pembangunan jembatan dan gedung di atas lahan fasum, yang sejatinya merupakan ruang publik. Ironisnya, pihak perusahaan disebut tidak dapat menunjukkan dokumen perizinan lengkap, termasuk izin mendirikan bangunan (IMB).
Namun yang mengejutkan, PT Honda Sanggar Laut Selatan justru mengaku menyewa lahan fasum tersebut kepada dinas terkait dengan nilai sewa hanya Rp2 juta per tahun. Hingga kini, LI BAPAN belum menemukan dokumen resmi yang menunjukkan dasar hukum dari transaksi sewa tersebut.
“Ini jelas tidak masuk akal. Fasum adalah milik publik yang penggunaannya harus mendapat izin resmi dan memiliki landasan hukum yang kuat. Jika benar lahan itu disewakan dengan nominal tertentu tanpa prosedur yang sah, maka itu bentuk penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya.
Selain itu, LI BAPAN juga memperoleh informasi dari warga sekitar bahwa sejumlah orang di sekitar lokasi telah menerima uang kompensasi sebesar Rp250 ribu, tanpa penjelasan tujuan yang jelas. Dugaan pun muncul bahwa uang tersebut diberikan agar warga tidak mempermasalahkan pembangunan di atas lahan fasum.