“Melalui kegiatan ini, kami ingin menumbuhkan kesadaran bahwa pekarangan rumah bisa menjadi sumber pangan sekaligus sumber pendapatan baru. Apalagi jika dikelola dengan pendekatan ramah lingkungan,” ujar Prof. Fachirah Ulfa, Ketua Tim Pelaksana kegiatan pengabdian ini.
Menurutnya lagi, kegiatan ini menjadi langkah awal menuju penerapan teknologi budidaya bawang merah berbasis bahan lokal. Penggunaan biochar dari limbah jagung, pupuk organik cair dari air kelapa, serta pestisida nabati dari daun pepaya merupakan contoh inovasi yang murah, mudah diterapkan, dan ramah lingkungan.
“Kami ingin petani melihat bahwa teknologi tidak selalu mahal. Banyak inovasi sederhana dari bahan lokal yang terbukti efektif dan aman bagi lingkungan,” sambung Prof. Elkawakib Syam’un, anggota tim pelaksana yang berfokus pada teknologi biochar dan pupuk organik cair.
Setelah tahap penyuluhan ini, kegiatan dilanjutkan dengan pelatihan dan pendampingan praktik, mencakup pembuatan biochar, pupuk organik cair, pestisida nabati, dan penanaman bawang merah di pekarangan rumah warga.
Sebagai bentuk dukungan nyata terhadap kegiatan ini, tim kegiatan pengabdian ini memberikan bantuan berupa pupuk organik, umbi bawang merah unggul, polybag, media tanam, kompos, jenggel jagung dan perlengkapan pendukung lainnya yang berkaitan langsung dengan kegiatan pengabdian.
Bantuan ini diharapkan dapat mempercepat proses penerapan usaha tani bawang merah ramah lingkungan di pekarangan rumah.
Program ini sejalan dengan SDGs poin 2 (Tanpa Kelaparan), poin 12 (Produksi dan Konsumsi yang Bertanggung Jawab), dan poin 13 (Penanganan Perubahan Iklim), serta mendukung Asta Cita pemerintah dalam membangun kemandirian pangan dan ekonomi hijau. (*)