“Saya tidak tahu siapa yang menggunakan data saya, bisa jadi seseorang yang memiliki akses terhadap data pribadi saya. Tapi yang pasti, itu bukan saya,” tegasnya, Senin (20/10/2025).
Saharuddin juga mengecam tindakan pihak penagihan yang menyebarkan informasi dugaan utang tersebut ke media sosial. Menurutnya, langkah itu bukan hanya tidak etis, tetapi juga termasuk pencemaran nama baik.
“Saya ini korban. Kalau pun seseorang benar punya utang, bukan berarti informasinya bisa disebarkan di media sosial. Apalagi saya tidak pernah mengambil kredit itu,” katanya geram.
Ia mengungkapkan telah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian dan juga ke kantor pusat Kredit Plus. Namun, hingga kini belum ada langkah penyelesaian yang jelas dari pihak perusahaan.
“Mereka hanya memberi nomor call center dan mengalihkan kasus ini ke pihak ketiga, PT Maridong. Namun pihak itu justru menekan saya untuk membayar. Tentu saya menolak,” ungkapnya.
Saharuddin menegaskan akan menempuh jalur hukum untuk memulihkan nama baiknya sekaligus menuntut pertanggungjawaban dari pihak perusahaan pembiayaan yang dianggap lalai dalam melindungi data konsumen.
“Saya akan tuntaskan ini sampai ke ranah hukum. Nama baik saya sudah tercemar, dan perusahaan harus bertanggung jawab. Ini bukan sekadar masalah administrasi, tapi sudah mengandung unsur pidana,” tegasnya menutup pernyataan.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat agar lebih berhati-hati menjaga data pribadi, terutama dalam pengajuan kredit secara digital yang semakin marak di Indonesia. Pengawasan dan tanggung jawab lembaga pembiayaan terhadap keamanan data konsumen menjadi hal mutlak yang tidak boleh diabaikan. (*Rz)