PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Suasana di Aula Gedung Lilin, kampus Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus Makassar, Selasa siang, 21 Oktober 2025, terasa berbeda.
Balon dan bunga ucapan selamat memenuhi ruang aula yang biasanya tenang. Di tengah sorot kamera dan tepuk tangan hadirin, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah IX Sultanbatara, Andi Lukman, menyerahkan sebuah map biru tua kepada Prof. Agus Salim, Rektor UKI Paulus.
Map itu berisi Surat Keputusan pembukaan Program Doktor (S3) Hukum, dokumen yang menandai lahirnya jenjang pendidikan tertinggi di kampus yang berdiri lebih dari setengah abad lalu itu.
“Ini bukan sekadar peluncuran program akademik baru,” ujar Prof. Agus dalam sambutannya. “Ini tonggak sejarah bagi UKI Paulus untuk menegaskan peran sebagai pusat keunggulan pendidikan hukum di kawasan timur Indonesia.”
Di antara tamu undangan yang hadir, suasana terasa penuh kebanggaan. Setelah bertahun-tahun menyiapkan kurikulum, tenaga pengajar, dan infrastruktur, UKI Paulus akhirnya resmi menjadi satu dari sedikit perguruan tinggi swasta di luar Jawa yang memiliki program doktor bidang hukum.
UKI Paulus memang bukan nama asing dalam peta pendidikan hukum nasional. Sejak berdiri pada 1963, kampus ini dikenal sebagai pelopor pendidikan berbasis nilai Kristiani yang terbuka bagi semua kalangan.
Kini, lewat pembukaan program doktor hukum, universitas itu berambisi memperkuat posisinya sebagai barometer akademik di kawasan timur Indonesia.
“Keberhasilan ini adalah hasil kerja bersama seluruh civitas akademika,” kata Prof. Agus. “Kami telah menerima 20 mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia untuk angkatan pertama.”
Dua di antaranya datang dari Papua, seorang dari Kalimantan, sisanya dari Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara Timur. Keberagaman latar belakang itu, kata Agus, menjadi kekuatan tersendiri.
“Kami ingin mencetak doktor hukum yang tidak hanya pandai menulis disertasi, tapi juga mampu memahami konteks sosial dan budaya tempat mereka bekerja,” ungkapnya.
Rektor yang dikenal disiplin itu menegaskan, program doktor hukum UKI Paulus akan dijalankan dengan mengutamakan mutu dan integritas akademik.
Setiap mahasiswa akan dibimbing langsung oleh dua profesor dan sejumlah doktor senior di bidang hukum publik, pidana, dan administrasi negara.
“Standarnya tidak kami turunkan hanya karena kami di timur,” kata Agus, tersenyum. “Justru kami ingin membuktikan, kualitas akademik tidak ditentukan oleh letak geografis, tapi oleh komitmen terhadap mutu.”
Ia menambahkan, sebagai universitas berbasis nilai Kristiani, UKI Paulus tetap menjunjung keterbukaan dan inklusivitas.
“Kami tidak membedakan agama, asal daerah, atau latar belakang. Selama seseorang memiliki integritas dan komitmen akademik, mereka berhak mendapat tempat di sini,” sebut Prof. Agus.
Di tangan Prof. Yoel Passae, Direktur Pascasarjana UKI Paulus, sistem pembelajaran di program doktor hukum dirancang adaptif terhadap tantangan zaman.
Model hybrid learning, gabungan tatap muka dan daring, menjadi pilihan utama agar mahasiswa dari berbagai wilayah bisa tetap aktif mengikuti kuliah tanpa terkendala jarak.
“Kami menetapkan standar tinggi,” ujar Yoel.
Mahasiswa diwajibkan memiliki skor TOEFL minimal 500, IPK minimal 3,0, serta aktif dalam seminar nasional dan internasional. Masa studi dirancang tiga tahun atau enam semester.
Yoel menyebut sistem itu bukan sekadar inovasi teknis, melainkan wujud keseriusan kampus untuk menghadirkan pendidikan hukum berstandar global dari timur Indonesia.
“Kami ingin lulusan program ini mampu menulis, meneliti, dan berpikir dengan kerangka akademik yang diakui di level internasional,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala LLDikti Wilayah IX, Andi Lukman, memuji langkah UKI Paulus yang dinilainya berani sekaligus visioner. “UKI Paulus sudah lama dikenal menjaga mutu akademik dengan serius. Pembukaan program doktor hukum memperkuat posisi mereka sebagai mitra strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia hukum di kawasan timur,” katanya.
A. Lukman berharap, program baru ini dapat melahirkan doktor hukum yang berintegritas, berwawasan global, dan berpihak pada keadilan sosial.
“Negara membutuhkan intelektual hukum yang tidak hanya pandai berargumen, tapi juga peka terhadap realitas masyarakat,” ujarnya.
Dengan program doktor hukum yang baru diresmikan, UKI Paulus kini memikul beban harapan besar. Di kawasan timur Indonesia, di mana akses pendidikan tinggi masih terbatas, kampus ini ingin membuktikan, perguruan tinggi swasta juga mampu menjadi pusat keunggulan ilmu hukum nasional.
“Langkah ini bagian dari misi kami untuk terus berinovasi dan memperluas kontribusi bagi bangsa,” kata Prof. Agus menutup acara.
Sore itu, setelah prosesi foto bersama dan tepuk tangan panjang, para mahasiswa angkatan pertama memasuki ruang kuliah. Di papan tulis tertulis tema kuliah umum perdana, yaitu “Etika dan Tanggung Jawab Ilmuwan Hukum dalam Masyarakat Modern.”
Dari ruang sederhana di sudut Makassar itu, UKI Paulus menapaki babak baru sejarahnya, menyalakan obor keilmuan hukum dari timur, untuk Indonesia. (Hdr)