Setelah vonis berkekuatan hukum tetap, katanya, penyidik membuka babak baru dengan menelusuri dugaan pencucian uang hasil kejahatan tersebut. Namun prosesnya kembali tersendat.
Hamsul memilih menggugat lewat praperadilan, dan pada 30 September 2025, urai Soetarmi, hakim memutuskan penetapan tersangkanya tidak sah. Hamsul pun bebas, sementara Sulfikar masih harus menghadapi proses hukum yang belum menemukan kepastian.
Kini, setelah berkas perkara bolak-balik antara Polda Sulsel dan Kejati Sulsel, publik kembali mempertanyakan arah penanganannya. Apakah kasus ini benar-benar sedang diproses, atau hanya diputar?
Dalam sistem hukum yang ideal, pengembalian berkas perkara merupakan hal wajar selama disertai alasan yang jelas dan tertulis.
Namun dalam praktiknya, frekuensi “muter balik” berkas sering menjadi sinyal lain, yaitu lemahnya koordinasi, perbedaan tafsir hukum, atau bahkan tarik-menarik kewenangan antara jaksa dan penyidik.
Yang pasti, publik menunggu kepastian. Sebab di antara kalimat “masih diteliti ulang” dan “nanti akan kami sampaikan”, terselip satu hal yang paling krusial dalam penegakan hukum, yaitu kejelasan arah dan kesungguhan aparat dalam menuntaskan perkara.
Sampai kepastian itu datang, kasus TPPU Sulfikar tetap menjadi cermin kecil dari bagaimana hukum di negeri ini bisa terus berjalan, tapi seperti berjalan di tempat. (Hdr)

