PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Perjalanan hukum kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka Sulfikar kembali berputar.
Setelah sempat dikembalikan karena cacat administratif, kini berkas perkara tersebut kembali ke tangan jaksa. Namun, bukan untuk segera disidangkan, melainkan untuk kembali diteliti.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Soetarmi, membenarkan kabar pengembalian berkas itu. “Berkasnya sudah dikembalikan oleh penyidik beberapa hari lalu dan saat ini sedang diteliti oleh jaksa peneliti. Nanti akan kami sampaikan hasilnya apakah berkas sudah lengkap atau perlu dikembalikan lagi,” ujar Soetarmi kepada wartawan, Rabu, 22 Oktober 2025.
Lanjutnya, ucapan “nanti akan kami sampaikan” terdengar biasa di dunia hukum. Namun, dalam kasus yang sudah berlarut-larut seperti ini, kalimat itu bisa berarti dua hal, yaitu proses memang sedang diteliti dengan serius, atau perkara ini kembali terjebak dalam putaran tanpa ujung.
Sebelumnya, berkas TPPU Sulfikar sudah sempat dikembalikan ke penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel. Alasannya, ditemukan kejanggalan administratif, berupa tanggal berkas perkara lebih dulu dari pada tanggal Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Dalam logika hukum, urutan itu mustahil. “SPDP seharusnya lebih dulu. Karena itu kami kembalikan untuk diperbaiki,” kata Soetarmi.
Menurutnya, kasus yang menjerat Sulfikar berakar dari laporan seorang bernama Jimmi, yang menuding adanya penggelapan dana dalam kerja sama bisnis.
Dari penyelidikan awal, ujar Soetarmi, penyidik menetapkan Sulfikar dan rekannya, Hamsul HS, sebagai tersangka. Pengadilan Negeri Makassar pada 2022 memvonis keduanya bersalah dalam perkara penggelapan.
Setelah vonis berkekuatan hukum tetap, katanya, penyidik membuka babak baru dengan menelusuri dugaan pencucian uang hasil kejahatan tersebut. Namun prosesnya kembali tersendat.
Hamsul memilih menggugat lewat praperadilan, dan pada 30 September 2025, urai Soetarmi, hakim memutuskan penetapan tersangkanya tidak sah. Hamsul pun bebas, sementara Sulfikar masih harus menghadapi proses hukum yang belum menemukan kepastian.
Kini, setelah berkas perkara bolak-balik antara Polda Sulsel dan Kejati Sulsel, publik kembali mempertanyakan arah penanganannya. Apakah kasus ini benar-benar sedang diproses, atau hanya diputar?
Dalam sistem hukum yang ideal, pengembalian berkas perkara merupakan hal wajar selama disertai alasan yang jelas dan tertulis.
Namun dalam praktiknya, frekuensi “muter balik” berkas sering menjadi sinyal lain, yaitu lemahnya koordinasi, perbedaan tafsir hukum, atau bahkan tarik-menarik kewenangan antara jaksa dan penyidik.
Yang pasti, publik menunggu kepastian. Sebab di antara kalimat “masih diteliti ulang” dan “nanti akan kami sampaikan”, terselip satu hal yang paling krusial dalam penegakan hukum, yaitu kejelasan arah dan kesungguhan aparat dalam menuntaskan perkara.
Sampai kepastian itu datang, kasus TPPU Sulfikar tetap menjadi cermin kecil dari bagaimana hukum di negeri ini bisa terus berjalan, tapi seperti berjalan di tempat. (Hdr)

