Ishak Hamzah Tantang Polri Evaluasi Sanksi terhadap Aiptu Marzuki: Ini Soal HAM Berat, Bukan Etik Biasa

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Rasa keadilan seakan kembali diuji di Kota Makassar. Seorang warga bernama Ishak Hamzah mengaku menjadi korban dugaan kriminalisasi hukum oleh sejumlah oknum aparat kepolisian yang bertugas di lingkungan Polrestabes Makassar dan Polda Sulawesi Selatan. Ia menuding, tindakan sewenang-wenang yang dialaminya merupakan bagian dari jaringan sindikat mafia hukum dan mafia tanah yang telah lama beroperasi dan diduga memiliki dukungan dari oknum penegak hukum.

Dalam pernyataannya, Ishak Hamzah menyampaikan kekecewaannya terhadap proses hukum yang dialaminya. Ia mengaku sempat dijadikan tersangka dan bahkan menjalani penahanan selama 58 hari, sebelum akhirnya putusan praperadilan menyatakan seluruh proses hukum yang dilakukan terhadapnya tidak sah dan batal demi hukum.

“Saya memiliki putusan praperadilan yang menyatakan semua proses penegakan hukum terkait dijadikannya saya sebagai tersangka hingga sampai ditahan badan, semuanya dibatalkan oleh putusan praperadilan,” ujar Ishak Hamzah.

Menurut Ishak, sejak awal pihaknya telah berulang kali menyampaikan keberatan dan permohonan klarifikasi kepada penyidik serta para atasan di tingkat Polrestabes Makassar dan Polda Sulsel. Namun, semua aduannya tidak pernah ditanggapi secara serius. Ia menilai, sikap diam para pejabat kepolisian tersebut mencerminkan rendahnya integritas dan tanggung jawab moral dalam menjalankan prinsip Tribrata dan Catur Prasetya yang seharusnya menjadi pedoman utama setiap anggota Polri.

“Kami sudah berkali-kali menyampaikan secara lisan dan tertulis kepada penyidik maupun pimpinan mereka. Tapi semuanya diam, seolah tidak punya rasa tanggung jawab dan integritas. Setelah ada putusan praperadilan, barulah mereka kebingungan dan keteteran,” ujar lelaki berambut putih itu.

Perjalanan hukum Ishak Hamzah bermula ketika ia tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang disebutnya rekayasa hukum oleh pihak-pihak yang ingin merebut hak tanah miliknya. Ia menyebut penetapan tersangka dan penahanannya dilakukan tanpa dasar yang jelas, bahkan menyalahi prosedur hukum acara pidana.

Baca juga :  Menag Nasaruddin Umar Luncurkan PIJAKAN dan Kemenag Corpu : Era Baru Manajemen SDM Kemenag

Selama 58 hari ditahan, Ishak mengaku mengalami tekanan psikologis yang berat. Reputasi, pekerjaan, dan nama baiknya hancur akibat pemberitaan dan stigma sosial. Namun, setelah melalui perjuangan panjang, ia akhirnya memenangkan gugatan praperadilan yang membatalkan seluruh proses hukum terhadapnya.

“Putusan praperadilan itu membuktikan kalau saya benar-benar dikriminalisasi. Tapi siapa yang bertanggung jawab atas kerugian moral dan harkat martabat saya selama ditahan tanpa dasar hukum yang sah?” kata Ishak dengan suara bergetar.

Ia menegaskan, kasus yang menimpanya tidak bisa dipandang sebagai persoalan pribadi semata, tetapi merupakan gambaran buramnya praktik penegakan hukum di tubuh kepolisian, yang masih diwarnai penyalahgunaan wewenang, kolusi, dan dugaan keterlibatan dalam mafia tanah.

Dalam kasus ini, Ishak bersama kuasa hukumnya menuntut agar seluruh oknum kepolisian yang terlibat, baik di tingkat penyidik Polrestabes Makassar maupun Polda Sulsel, diberikan sanksi tegas berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Ia menilai, pemindahan tugas atau sanksi ringan tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran etik maupun hukum berat.

“Kami meminta agar para pelaku korporasi kejahatan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh sindikat oknum kepolisian Polrestabes Makassar dan Polda Sulsel diberikan sanksi PTDH. Jangan hanya sanksi pemindahan tugas, karena itu bukan hukuman. Tidak ada jaminan mereka tidak mengulangi perbuatannya kepada orang lain,” tegasnya.

Sebagai contoh, Ishak menyoroti keputusan sanksi etik terhadap Aiptu Marzuki dengan NRP 74040397 yang bertugas di Unit Reskrim Polsek Tamalate. Menurutnya, sanksi yang dijatuhkan kepada oknum tersebut terlalu ringan dan tidak sebanding dengan kesalahan yang dilakukan.

“Saya sangat kecewa dengan keputusan itu. Sanksinya terlalu ringan. Padahal dia seharusnya direkomendasikan untuk PTDH. Ini bukan kesalahan kecil, tapi kejahatan yang merampas hak asasi saya,” ujar Ishak usai menghadiri sidang kode etik di Polrestabes Makassar, Rabu (22/10/2025).

Baca juga :  Pengamat : Sejak Dilantik Jadi Kabareskrim, Komjen Agus Andrianto Sudah Dibidik

Sidang pembacaan putusan tersebut digelar berdasarkan Keputusan Kepala Komisi Kode Etik Polri Polrestabes Makassar Nomor: 108-9/Huk.4/2025 tertanggal 19 September 2025, serta surat tuduhan dari penuntut nomor S.KN/08/X/2025/Propam yang dibacakan dalam persidangan kode etik pada 22 Oktober 2025.

Dalam perkara ini, Aiptu Marzuki disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 7 huruf c, dan Pasal 7 huruf e Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.

1
2TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Dari Makassar LAN RI Siapkan Analis Kebijakan Unggul

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (LAN RI) melalui Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Manajemen Pemerintahan...

Sudah Tersangka, CEO PT Maswindo Bumi Mas Belum Ditahan

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Penanganan kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana bernilai miliaran rupiah yang melibatkan CEO PT Maswindo...

Kapten Czi Supriady Ridjang Pimpin Karya Bakti, Kobarkan Semangat Gotong Royong di Bara-Barayya

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Dalam upaya menjaga kebersihan lingkungan dan mempererat hubungan kemanunggalan TNI dengan rakyat, Koramil 1408-08/Makassar melaksanakan...

Fitnah Sadis Terhadap Insan Pers! Pemred Media Targetoperasi.id & Ketua DPC LIN Diframing Perampok! “Kami Wartawan, Bukan Penjahat!”

PEDOMANRAKYAT, KALBAR — Dunia jurnalisme dibuat gempar! Seorang Pemimpin Redaksi sekaligus Ketua Lembaga resmi negara, Nurjali, menjadi korban...