Saat Pramugari ‘Tumbang’ ke Pangkuan Penumpang

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Oleh M.Dahlan Abubakar

Penerbangan dari Bandara Rendani Manokwari Papua Barat 23 Juni 2012 berlangsung mulus. Pesawat Garuda yang ditumpangi rombongan tim Penguji Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) transit di Bandara Internasional Hasanuddin Makassar di Maros. Biasa, pesawat dari timur atau dari utara Indonesia bagian timur selalu transit di bandara yang berada di Maros ini. Selain menurunkan dan menaikkan penumpang, juga mengisi avtur.

Berbeda dengan dari timur yang nyaman-nyaman saja, penerbangan dari Bandara Sultan Hasanuddin ke Bandara Soekarno Hatta Cengkareng malah mengalami sejumlah goncangan. Turbulensi.
“Seorang pramugari yang melintasi penumpang pesawat tiba saja terjatuh tepat ke pangkuaan saya,” tulis Priyambodo R.H.
“Secara refleks, saya pegang kedua tangannya sambil membantunya kembali tegak berdiri,” sambung Mas Pri.

“Maaf,ya, Pak,” pramugari itu masih sempat mengucapkan permohonan maaf atas ‘beban’ yang dipikul Mas Pri barusan.
Pak Atma (Atmakusumah) -- terutama -- yang duduk tepat di sebelah kiri Mas Pri dibuat heboh dengan ‘insiden’ tersebut. Soalnya Mas Pri dan Pak Atma sama-sama berada di posisi lorong (‘aisle’) barisan kedua dari belakang.
“Lho, Bung Pri, kok jatuhnya ke Anda? Bukan ke saya? Ha..ha..ha..,”ucap Pak Atma bercanda.

“Gerakan spontan Mas Pri membantu pramugari berdiri itu, bagaikan aksi jawara silat Banten,” nyeletuk Pak Atma pada tulisan berjudul Pramugari (2), halaman 194. Kepingan kecil kisah ini tertuang di dalam buku berjudul “ATMAKUSUMAH Merawat Kemerdekaan Pers” yang saya terima pada acara makan malam dengan rombongan Tim Penguji Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Lembaga Pers Dr.Sutomo (LPDS) Jakarta, 22 Oktober 2025 malam dari Mas Priyambodo RH.
Apapun judulnya, pemberian buku seperti ini selalu menggelorakan semangat saya ingin membaca isinya. Buku ini diterbitkan LPDS Cetakan I Juli 2025 yang menempatkan Lestantya R.Baskoro sebagai Penanggung Jawab dan Editor buku setebal 220 halaman itu.

Buku ini berisi karya dari 29 penulis yang mengenal dekat sosok Atmakusumah Astraatmadja, termasuk satu tulisan dari kalangan “ordal” (orang dalam) -- keluarga sosok pejuang Kemerdekaan Pers Indonesia itu.

Mereka yang berkolaborasi mengisi halaman demi halaman buku ini adalah: Bambang Harymurti, David T.Hill, Parni Hadi, Stanley Adi Prasetyo, Janet Steele, Lukar Luwarso, Ignatius Harjanto, Warief Djajanto Basorie, Abdullah Alamudi, Maria Dian Andriana, Andreas Harsono, Nurhalim Tanjung, Sri Mustika, Ridwan Nyak Baik, Susilastuti Dwi Nugraha Jati, Dandy Koswaraputra, Nasihan Masha, Lahyanto Nadie, Zainal Artifin Emka, Metta Dharmasaputra, Maskur Abdullah, Rusli M. Tang, Elik Susanto, Lestantya R. Baskoro, Priyambodo RH, dan Kresna Astraatmadja, Ratna Ardana Astraatmadja, dan Tri L. Asgtraatmadja, tiga buah hati Pak Atma.

Baca juga :  Rektor Dr Chuduriah Apresiasi Gelar Lomba Rangking 1Matematika Unasman Polman

Tulisan-tulisan yang disajikan secara menarik menurut gaya penulisan wartawan bertutur tentang interaksi para penulis dengan Pak Atma. Termasuk beberapa judul yang dikisahkan Mas Priyambodo pada halaman-halaman akhir buku tersebut. Kisah wartawan menulis tentang sosok wartawan selalu menawarkan hal yang menarik dan berkadar humor karena selalu mampu memahami selera pembaca. Mereka maklum menu tulisan yang digandrungi. Ya, kisah unik dan bernada humor.

Saya mengenal Pak Atma karena seringkali mengikuti paparannya dalam berbagai forum, termasuk ketika mengikuti “training of trainer” (pelatihan untuk pelatih) UKW Angkatan I di Jl. Jaksa Jakarta Pusat 11-12 Januari 2012 yang mengantar saya sebagai alumnus LPDS dan penguki UKW I PWI.

Tulisan-tulisan yang dimuat di dalam buku ini merupakan rangkaian “in memoriam” Pak Atma yang bersumber dari para sahabatnya. Pak Atma dilahirkan 20 Oktober 1938, pada zaman Hindia Belanda dan meninggal: 2 Januari 2025, di Rumah Sakit Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Ayah tiga anak ini dengan istri Sri Rumiati Atmakusumah ini adalah pemenang Penghargaan Ramon Magsaysay tahun 2000 untuk Jurnalisme, Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif bagi perannya dalam meletakkan fondasi profesional dan kelembagaan bagi era baru kemerdekaan pers di Indonesia.

“Pada tahun 2008 memperoleh penghargaan dari Aliansi Jurnalis Independen AJI) atas dedikasi dan komitmennya dalam memperjuangkan pers di Indonesia dan Lifetime Achievement dalam Anugerah Dewan Pers 2023 atas pengabdian dan jasanya kepada dunia pers,” tulis Wikipedia.

Dalam usia 19 Tahun

Karier Atmakusumah sebagai wartawan muda dimulai setamat sekolah menengah atas pada usia 19 tahun di Harian Indonesia Raya Minggu pada 1957. Kariernya di sini sangat pendek karena setahun kemudian harian ini dibredel pemerintahan Soekarno. Kehilangan pekerjaan, Atmakusumah sempat berkuliah, berpindah-pindah kerja. Merasa tidak aman berada di bawah pengawasan sensor militer, akhirnya dia memutuskan meninggalkan Indonesia untuk bekerja di Australia dan Jerman.

Sesudah pergantian rezim pemerintahan, pada 1968, pemimpin redaksi Mochtar Lubis mengajaknya menerbitkan kembali Harian Indonesia Raya. Atmakusumah setuju. Di harian ini kariernya berkembang sampai diangkat menjadi redaktur pelaksana. Namun demikian, pada 1974 harian ini kembali dibredel. Kali ini oleh pemerintahan Soeharto, terkait pemberitaan peristiwa Malari. Masuk ke dalam daftar hitam, tidak bisa bekerja sebagai wartawan atau penulis, Atmakusumah bekerja di kedutaan besar Amerika Serikat sebagai Asisten Pers sampai pada 1992. Wartawan senior Djafar Assegaff memintanya mengajar di Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS). Dua tahun kemudian ia menggantikan Djafar sebagai direktur eksekutif.

Baca juga :  Pangdam XIV/Hasanuddin Sambut Kunjungan Kakanwil Kemenkumham: Bahas Kolaborasi Strategis

Pada awalnya Atmakusumah menulis dengan nama samaran tetapi beberapa tahun setelah masuk daftar hitam. Ia mencoba menulis dengan nama asli dan ternyata baik dirinya maupun media yang memuat tulisannya tidak dapat peringatan atau ancaman apapun dari pihak pemerintah atau militer.

Semenjak itu Atmakusumah mulai menulis lagi di berbagai media, misalnya, antara lain, di harian Kompas, Sinar Harapan, The Jakarta Post, Republika, Suara Karya; majalah Tempo, D & R (Demokrasi & Reformasi), Prisma, Optimis, Femina, X-tra, Intisari, Editor, Forum Keadilan, Independen Watch, Trust; surat kabar mingguan edisi akhir pekan Media Indonesia Minggu, Bisnis Indonesia Minggu; media Internet Tempo Interaktif (Jakarta), dan majalah Reflexie (Den Haag, Nederland).

Atmakusumah dapat disebut sebagai peletak dasar prinsip kebebasan pers melalui pembentukan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Setelah kejatuhan Soeharto, pada tahun 1999, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah menunjuk Atmakusumah, bersama Azkarmin Zaini dan Sabam Leo Batubara, menjadi narasumber pemerintah untuk turut serta menyusun rancangan undang-undang tentang pers dan mendiskusikannya dengan anggota parlemen. Melewati perdebatan yang alot, Undang-Undang Pers yang mengubah drastis undang-undang sebelumnya dan sangat melindungi kebebasan pers ini akhirnya disahkan oleh Presiden B. J. Habibie.

Dengan Undang-Undang Pers yang baru ini penerbitan pers tidak lagi memerlukan izin sehingga pemerintah tidak punya lagi kekuasaan untuk menyensor dan membredel media pers. Undang-Undang Pers juga mengubah Dewan Pers, yang dulu selalu dipimpin oleh Menteri Penerangan, menjadi lembaga negara independen yang ketuanya dipilih secara demokratis oleh organisasi wartawan, perusahaan pers, dan tokoh masyarakat. Pada tahun 2000 Atmakusumah terpilih menjadi Ketua Dewan Pers independen pertama sampai masa jabatannya berakhir pada 2003.

Selama 30 tahun terakhir kehidupannya, ia berbicara pada seminar dan lokakarya tentang jurnalisme serta kebebasan pers dan berekspresi di sekira 40 kota besar dan kecil di Indonesia. Sampai akhir hayatnya, Atmakusumah diperkirakan telah mendidik 20.000 wartawan di Indonesia dan Timor Leste.
Pada 2025 Atmakusumah mendapat Bintang Jasa Nararya anumerta untuk jasa luar biasa dalam memperjuangkan kebebasan pers dan berperan penting dalam lahirnya Undang-Undang Pers tahun 1999.

Baca juga :  Kapolres Paparkan Capaian Kinerja Polres Tana Toraja di Tahun 2023

Selama menjalani profesinya di bidang pers, Atmakusumah teelah menjalani karier yang panjang dan penuh warna. Ia pernah menjadi komentator masalah dalam negeri dan luar negeri pada Radio Republik Indonesia (RRI), Jakarta. Penyiar Radio Australia (ABC) di Melbourne, Australia, Deutsche Welle (Radio Jerman) di Koeln, Jerman. Persbiro Indonesia (PIA), Jakarta. Redaktur Kantor Berita Antara, Jakarta. Redaktur, redaktur pelaksana, harian Indonesia Raya (1968–1974). Press assistant dan information specialist pada U.S. Information Service (USIS) (1974–1992); Pengajar Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), pusat pendidikan dan pelatihan jurnalistik praktis di Jakarta, sejak 1992 sampai akhir hayatnya. Direktur Eksekutif LPDS (1994–2002). Ketua Tim Ombudsman harian Kompas (2000–2003). Ketua Dewan Pers independen yang pertama, sejak Mei 2000 sampai Agustus 2003. Anggota Dewan Pakar LPDS sejak Maret 2003.

Di tengah kesibukannya sebagai wartawan, Atmakusumah juga telah menghasilkan banyak karya. Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia (1980, kontributor bersama Adrian B. Lapian, Leo Suryadinata, Hilman Adil, Pollycarpus Swantoro, penyunting Abdurrachman Surjomihardjo)
Kebebasan Pers dan Arus Informasi di Indonesia (1981). Mengangkat Masalah Lingkungan ke Media Massa (1996, penyunting bersama Maskun Iskandar dan Warief Djajanto Basorie). Panduan Jurnalistik Praktis: Mendalami Penulisan Berita dan Feature, Memahami Etika dan Hukum Pers (2004, penyunting bersama Maskun Iskandar).Kebebasan Pers dan Ekspresi: Tuntutan Zaman (2009). Pers Ideal untuk Masa Demokrasi (2018). Membangun Pers Independen (2023).
Dia juga menjadi penyunting beberapa buku, di antaranya, "Takhta untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX," "Mochtar Lubis: Wartawan Jihad," dan "Tajuk-Tajuk Mochtar Lubis di Harian Indonesia Raya (jilid 1, 2, & 3)."

Selain itu, tulisan-tulisannya tentang jurnalisme, media pers, dan kebebasan pers dimuat dalam 30 buku. Pemimpin rubrik komunikasi massa dan kontributor untuk Ensiklopedi Nasional Indonesia (18 jilid; pemimpin umum Dr. B. Setiawan, pemimpin redaksi dr. E. Nugroho; penerbit PT. Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1988–1991).

Saya bersyukur, memperoleh buku yang ditulis oleh orang-orang hebat itu, bertepatan dengan 87 tahun dua hari Atmakusumah Astraatmadja lahir. Buku ini menambah perbendaraan koleksi saya tentang tokoh pejuang kemerdekaan pers Indonesia ini. Saat hadir menyamperin kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (ULW) yang dilaksanakan di Hotel Swisbelin Jl. Ujung Pandang, Makassar, 23 Oktober 2025 siang, saya pun menyerahkan buku autobiografi “Lorong Waktu” kepada para penguji. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Masjid Al-Ikhlas Deninteldam XIV/Hasanuddin Diresmikan, Pangdam Ajak Prajurit Makmurkan Rumah Allah

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Pangdam XIV/Hasanuddin Mayjen TNI Windiyatno meresmikan Masjid Al-Ikhlas yang berada di Markas Deninteldam XIV/Hasanuddin, Jalan...

Jelang KKRI TW IV 2025, Pangdam Hasanuddin Terima Paparan Rencana Garis Besar Kegiatan

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Pangdam XIV/Hasanuddin Mayjen TNI Windiyatno menerima paparan Rencana Garis Besar (RGB) kegiatan Korps Kadet Republik...

SuarAsaESA #9: Mengapa Kita Butuh Sekolah?

PEDOMANRAKYAT, BULUKUMBA - Sore itu, pukul 17.00 WITA, layar diskusi Sekolah Anak Desa (SaESA) kembali menyala. Dalam seri...

Jalin Keakraban Anggota, Komunitas D2 Gelar Touring Motor ke Malino

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Komunitas D2 yang sebagian besar beranggotakan alumni SMA Negeri 1 (SMANSA) Makassar angkatan 1982 menggelar...