Selain itu, kebijakan harga gabah minimal Rp 6.500 per kilogram yang dijalankan pemerintah menjadi bukti nyata keberpihakan terhadap petani. “Harga gabah yang stabil di level Rp 6.500/kg memberikan kepastian pendapatan bagi petani. Mereka tidak lagi was-was harga anjlok saat panen raya,” ujar Debby.
Menurutnya, kombinasi antara turunnya harga pupuk dan stabilnya harga gabah membuat semangat petani bangkit kembali. “Kebijakan seperti ini sangat nyata dampaknya. Bukan narasi atau janji, tapi terasa di sawah dan di dompet petani,” tambahnya.
Debby juga menilai wajar jika pegawai Kementan merasa tersinggung dan marah atas pemberitaan Tempo yang dianggap tidak menghargai jerih payah mereka.
“Pegawai Kementan bekerja 24 jam, 7 hari seminggu, memastikan program berjalan sampai ke lapangan. Penyuluh pertanian juga terus mendampingi petani tanpa lelah. Tapi kerja keras mereka seolah diabaikan, bahkan hasil beras petani digambarkan Tempo dengan diksi yang buruk, seperti ‘beras penuh kecoa’. Itu sangat melukai perasaan para petani dan ASN yang sudah berjuang,” ujar Debby.
Padahal, kata Debby, Presiden Prabowo Subianto sudah mendeklarasikan Indonesia swasembada beras di sidang PBB. Begitupun berbagai lembaga internasional seperti USDA dan FAO telah mengakui bahwa produksi beras Indonesia tahun ini berlimpah.
“Dunia internasional mengakui Indonesia sudah mencapai swasembada beras. Ini capaian besar yang harusnya jadi kebanggaan nasional, bukan malah dijatuhkan dengan narasi negatif,” katanya.
Debby menegaskan, keberhasilan ini bukan semata hasil kebijakan, melainkan hasil kerja bersama antara pemerintah, penyuluh, dan petani di seluruh Indonesia.
“Bagi mereka, pemberitaan Tempo seperti itu terasa tidak adil. Mereka tahu betul bagaimana perjuangan di lapangan, terutama menghadapi dampak El Nino dan keterbatasan pupuk,” tambahnya.
Ia menilai, reaksi publik yang membela Mentan Amran menunjukkan bahwa kredibilitas pejabat publik kini lebih ditentukan oleh kinerja, bukan oleh opini media.
“Masyarakat sekarang tidak mudah dipengaruhi oleh pemberitaan yang bias. Mereka melihat hasilnya langsung di lapangan,” ujar Debby.
Menurut Debby, pemberitaan Tempo ini justru menjadi bumerang. “Alih-alih menjatuhkan nama baik Mentan, publik justru semakin solid mendukungnya. Ini pelajaran penting bagi media agar tetap objektif dan berimbang,” tutupnya. (*)

