Fahry Muhammad
Prodi Ilmu Komunikasi FISIP/Magang ‘identitas’
Mentari bersinar terang dan hangat yang menghunjam bumi. Suara burung di pagi hari menemani langkah magang dan kru Penerbitan Kampus (PK) identitas Universitas Hasanuddin (Unhas) yang berburu waktu. Langkah yang ramai dan tegas itu bersama-sama menuju sebuah keramaian, Keramaian yang rutin terjadi di setiap hari Minggu, Car Free Day (CFD) Boulevard.
Kami menuju CFD sekitar kurang lebih 20-an orang. Namun setibanya di sana, kami dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri atas 6-5 orang. Tujuan ke sana sama sebenarnya untuk memperhatikan aktivitas di CFD. Ini bagian dari penugasan kegiatan Pendidikan Dasar Jurnalistik yang digelar oleh identitas Unhas. Setelah mengamati, kita ditugaskan menulis menggunakan gaya penulisan feature. Di jalan menuju CFD, saya melihat beberapa tukang parkir yang sedang mengatur motor dari para pengunjung. Sekali-kali mereka menghisap tembakau yang terlilit kertas putih dan bermain ponsel. Namun jika pengunjung baru datang, mereka dengan sigap langsung mengarahkannya. Ada juga sepasang anak muda (yang sepertinya sepasang kekasih) yang sedang bingung mau cari jajan apa. Karena memang di sana banyak penjual makanan. Baik makanan Timur Tengah seperti kebab dan nasi. Makanan Korea seperti kimbab hingga jajanan tradisonal seperti buroncong dan kue cantik manis. Wajar jika para pengunjung merasa kebingungan memilih makanan mana yang akan disantap.
Sesampai di pusat keramaian, kedua mata ini langsung terpana akan begitu banyak manusia di sana. Ada sekelompok perempuan paruh baya yang sedang menikmati lagu sembari menggerakkan badannya mengikuti tempo lagu. Di sisi lain terlihat sekumpulan massa aksi yang membawa atribut-atribut Palestina. Lantaran agak lain, saya pun langsung menghampirinya. Ternyata mereka sedang menuyuarakan hak-hak saudara kita di negeri yang jauh. Jauh dari kedamaian.
Ada pula 3 orang pengamen yang berhasil mencuri perhatian saya. Berbeda dengan pengamen pada umumnya yang membawa alat musik seperti gitar dan okulele, grup pengamen ini membawa sebuah speaker yang kira-kira setinggi 80 cm. Speaker itu mereka dorong menggunakan sebuah gerobak. Di antara mereka yang 3 orang itu, ada yang mendorong gerobak. Ada yang memegang kaleng untuk menyimpan saweran. Seorang yang lain memegang sebuah mic. Sepertinya dia yang menjadi biduan.
Dengan bersama-sama mereka bekeliling keramaian CFD pada saat itu. Ternyata penyanyi dari ‘band’ jalanan itu adalah seseorang yang memiliki keterbatasan dalam penglihatannya. Di balik keterbatasannya terdapat bakat yakni sebuah suara emas. Berbagai tujuan orang datang ke kegiatan yang digelar setiap akhir pekan ini.
Mulai dari sekelompok perempuan paruh baya dengan pakaian yang mentereng yang datang untuk senam poco-poco. Bahkan sekelompok remaja yang hanya datang untuk jalan jalan dan berbelanja. Saya sempat mengobrol dengan sekelompok remaja yang berjumlah 3 orang. Mereka bernama Riska, Uswa, dan Iznil. Mereka bercerita, ini pertama kali mereka mengunjungi CFD. Terkhususnya di Boulevard. Biasanya mereka pergi ke CFD Unhas, yang notabene lebih dekat dengan tempat tinggal mereka di Tamalanrea.
Mereka merasa CFD di Boulevard ini lebih ramai dan padat dibandingkan
CFD yang digelar di Unhas. Walaupun padat, mereka merasa pengamanan di Boulevard begitu terkendali dan tertib karena di sekitar area kegiatan banyak polisi dan petugas keamanan yang bertugas mengamankan area.
Waktu berjalan cepat. Matahari naik semakin tinggi, menandakan pagi mulai beralih menuju siang. Keringat mulai membasahi pelipis, tapi langkah kami masih semangat. Masing-masing kelompok tampak serius mencatat hasil pengamatan. Beberapa terlihat sedang mewawancarai pengunjung, ada juga yang sibuk mengambil foto suasana. Bahkan saya beberapa kali juga mengambil foto dari suasana di sekitar CFD menggunakan gawai.
Pagi itu mungkin hanya bagian kecil dari kegiatan magang kami, tapi memberi banyak pelajaran. CFD Boulevard tidak hanya menawarkan hiburan dan olahraga, tapi juga gambaran kecil kehidupan perkotaan yang penuh dinamika. Di sana ada kerja keras tukang parkir. Ada tawa remaja. Ada semangat ibu-ibu senam. Dan, ada anak kecil yang memandangi dunia dengan mata berbinar. Semua menjadi potret keanekaragaman manusia dalam satu ruang publik yang hidup.
Ketika kami melangkah pulang, matahari sudah tinggi. Jalanan mulai sepi, menyisakan aroma makanan dan bekas langkah ribuan orang. Perjalanan hari itu begitu berkesan. Ada banyak pelajaran tentang kehidupan. Dan juga tentunya jajanan yang lezat hasil perburuan di CFD. (*).

