“Saya datang untuk berolahraga pagi, tapi tidak menyangka akan melihat ini. Rasanya sesak melihat simbol-simbol itu. Sebagai ibu, saya tidak bisa membayangkan bagaimana jika anak-anak kita berada di posisi mereka,” ungkap Rina, salah seorang pengunjung CFD melihat seorang anak sedang berdoa di depan replika mayat anak-anak di Gaza.
Simbol kain kafan putih dan warna merah darah menjadi medium yang kuat untuk menyampaikan pesan tanpa kata. Menurut salah satu inisiator aksi, bentuk itu dipilih karena sederhana namun efektif menyentuh sisi emosional masyarakat.
“Kami tidak punya kekuatan untuk menghentikan perang, tapi kami punya suara untuk menunjukkan solidaritas. Melalui simbol ini, kami ingin dunia tahu bahwa masyarakat Makassar juga peduli,” tuturnya.
Kegiatan tersebut juga diakhiri dengan doa bersama untuk keselamatan anak-anak Gaza. Puluhan pengunjung berhenti sejenak dari aktivitasnya dan turut berpartisipasi dalam doa yang dipimpin oleh perwakilan relawan. Suasana menjadi hening, hanya terdengar suara lirih yang memanjatkan harapan agar kekerasan segera berakhir dan perdamaian dapat terwujud. Salah seorang pengunjung CFD menilai aksi semacam ini memiliki nilai sosial yang tinggi.
“Kegiatan simbolik di ruang publik seperti CFD merupakan bentuk ekspresi sosial yang kuat. Ia menghubungkan isu global dengan pengalaman emosional masyarakat lokal,” ujarnya.
Ia menambahkan, kesadaran sosial seringkali tumbuh bukan hanya melalui pemberitaan, melainkan melalui pengalaman visual dan emosional seperti aksi ini. Aksi kemanusiaan di CFD Makassar ini menjadi pengingat bahwa tragedi di Gaza bukan sekadar peristiwa jauh di Timur Tengah. Ia adalah luka kemanusiaan yang dirasakan oleh seluruh dunia. Di tengah keseharian yang penuh rutinitas, aksi sederhana seperti ini berhasil menghadirkan ruang refleksi bagi masyarakat. mengingatkan bahwa empati adalah wujud nyata dari kemanusiaan.
Pagi itu, di jalan Boulevard Makassar, di antara tenda warna-warni dan keriuhan pengunjung CFD, puluhan replika jenazah kecil berbaris diam. Namun dari keheningan simbol itu, suara kemanusiaan menggema: seruan agar dunia tak lagi menutup mata terhadap penderitaan anak-anak Gaza. Generasi yang seharusnya tumbuh dalam damai, bukan di tengah dentuman perang. Lebih dari sekadar instalasi di ruang publik, aksi ini mencerminkan denyut kepedulian masyarakat Makassar terhadap isu global. Ini menjadi bukti bahwa kemanusiaan tidak mengenal jarak maupun batas negara. Di tengah era digital yang sering menumpulkan rasa empati, aksi nyata di lapangan seperti ini menjadi bentuk perlawanan terhadap apatisme.
Semoga dari jalanan CFD yang ramai itu, semangat solidaritas ini terus menyebar, menggerakkan lebih banyak hati untuk peduli karena di setiap doa dan aksi kecil, tersimpan harapan besar bagi dunia yang lebih damai. (*).

 
                                    