Pada “Koordinat Rasa”, 10 Penulis “Bersekutu”

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Dia mengakui, acara peluncuran buku ini merupakan momen yang sangat luar biasa. Di dalam buku ini dia mendonasikan empat tulisan. Dia bertutur bagaimana berkarya dan berinovasi. Dia dijuluki perempuan yang “Menenun laut”. Dia mengakui, inspirasi dari karyanya diperoleh dari media.

Sejak 2012 dia mengawali inovasinya dengan membuat sabun dari rumput laut.
“Sulsel sangat kaya dengan rumput laut. Ada 50 jenis karya inovasi dan tidak ada samanya di Indonesia. Minyak herbal rumput laut, sudah ada hak patennya,” ungkap Ratna Sari. Perempuan dari Tanah Doang, Selayar, ini, terilhami dari kakeknya yang nelayan. Kakeknya, adalah sang penenun buih menjadi keris. Sebuah doa dan harapan dan diwujudkan dengan karya-karyanya.

Hasil inovasinya sudah memicu tawaran berdatangan dari beragam penjuru. Tawaran kerja sama banyak. Dari Amerika, Bali, Lampung, dan juga dari Australia.
“Orang Jawa studi tour ke rumah saya,” ujar Ratna Sari.

Tulisan Ratna Sari yang pertama, “Perjalanan Menenun Laut” mengenangkan saya pada puisi D.Zawawi Imron berjudul “Mencari Bisik”. Pada tiga baris bait terakhir puisinya yang ditujukan kepada almarhum Mappinawang yang dimuat di dalam buku Mengenang Jejak Mappinawang, Santri Pejuang HAM dan Demokrasi, Zawawi Imron menulis begini:
Aule, ini perahu daun ilalang

Aku naik sampan salawat

Mencari badik-badik di ubun buih. Jadi, saya membayangkan pesan yang begitu kuat bagaimana potensi laut itu dimanfaatkan. Setelah membaca tulisan-tulisan Ratna Sari berikutnya, saya teringat pesan mendiang Prof. Dr. Mattulada.

“Berhentilah mengobrak-abrik daratan. Marilah kita mulai mengeruk potensi laut kita yang kaya raya,” pesan Mattulada puluhan tahin silam.
Dan saya merasa, sukma Prof. Mattulada tersimbolkan dalam jejak-jejak inovatif yang dilakonkan Ibu Ratna Sari. Laut merupakan akumulasi begitu banyak personifikasi kehidupan nyata manusia dan menjadi guru kehidupan terbaik. Pasang surut kehidupan pun beranalogi pada laut. Selamat buat Sang Penenun/Penyulam Laut, perempuan penyumbang empat tulisan di dalam buku ini.

Baca juga :  Luwu Raya Kontributor Ekspor Terbesar di Sulsel, Gubernur Dorong Lutra Jadi Poros Ekonomi Baru

Zulhikma Julinda, lahir dan besar di Makassar. Namanya termasuk penyumbang di dalam buku ‘Koordinat Rasa”. Perempuan ini adalah CEO PT Zulhikma Jaya Abaadi, Pun pemilik dua ‘brand’ inspiratif, ZetBerry dan Zperfume.

“Sebagai ibu tunggal, saya membuktikan, mimpi besar dapat tumbuh dari perjuangan yang nyata,” ucap penulis “Senyuman di Balik Lelah Hati” dan “Hidup Selau Ada Hikmah” yang dimuat di dalam buku ini.

Gerhanita Syam berkata, perjalanan hidup membawanya memiliki banyak peran. Sebagai direktur beberapa perusahaan hingga pemilik Green Kafe 22. Selain berurusan bisnis, perempuan ini selalu berusaha dekat dengan masyarakat. Kini dipercaya sebagai Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) UKM IKM Nusantara Sulsel dan Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan-Perempuan Indonesia Maju, dan sejumlah jabatan lainnya. “Rumah Tumbuh yang Bernapas”, satu tulisan yang menghiasi buku ini menarik disimak.

Risnawati Anwas, lulusan S-1 FKM UIN Alauddin dan S-2 Unhas, kini berkarier sebagai dosen profesional dan bersertifikat di Politeknik Indonesia Makassar. Sudah pernah menulis buku ajar. Di dalam “Koordinat Rasa” tulisannya berjudul “Langkah Kecil dari Tamaona”.

Tamaona, yang kini masuk dalam wilayah Kecamatan Tombolopao Kebupaten Gowa, pada paruh tahun 70-an merupakan juara I Lomba Desa se-Sulsel. Desa ini sangat indah dan tersembunyi di balik kontur bumi pegunungan yang menawarkan sejuta pesona.

Heny Suhaeny pertama menggebrak dunia literasi di Kota Makassar melalui bukunya “Mimpi yang Tak Dianggap” yang diluncurkan di BSI UKM Center 6 Oktober 2025. Kisah-kisah di dalam buku itu sangat menggugah. Kali ini, perempuan satu anak ini menyumbang “Jalan Menebar Manfaat” dan “Putih Bersama Takdir” di dalam buku ini.

Heny Suhaeny mengaku, menemukan ‘koordinat rasa’, saat gempa Palu, 28 September 2018. Dia selalu berusaha bagaimana menebarkan manfaatkan kepada masyarakat. “Ibu RT bisa memperoleh penghasilan dari rumah. Bisa Rp 10 juta per bulan. Bukan produk, tapi tulisan tentang kegiatan,” ujar Heny Suhaeny.

Baca juga :  Polres Pelabuhan Makassar Monitoring Kegiatan Deklarasi Relawan Capres di Pulau Barrang Caddi

Di dalam “Pulih dengan Takdir”, dia mengungkapkan, segala sesuatu yang pernah melukai dianggap sebagai batu loncatan berprestasi. “Kejarlah akhiratmu dunia akan mengikutimu,”kuncinya mengutip hadis.

Alifah Nurkhairina, perempuan kelahiran Ujungpandang 25 Februari 1997, menampilkan “Seseorang yang Kusuka” di dalam buku ini. Dia adalah seorang desain grafis pada Travel Haji dan Umrah “Adam Tour” Makassar. Melalui profesi ini, dia merasakan bagaimana memadukan latar belakang pendidikan (Jurusan Pertanian Unhas) dengan hobi.

“Keduanya mampu menghasilkan karya sekaligus rezeki,” tulisnya. Dr. Dirk Rukka Sandarupa, M.Hum, lulusan akademik dalam Bidang Linguistik dan Atropologi Dosen FIB Unhas. “Jejak Pulang Bermakna”, satu tulisan yang secara singkat bertutur tentang sembilan tahun hidupnya di Negeri Paman Sam yang membuat penasaran. Dia aktif di bidang pariwisata, melanjutkan aktivitas yang diwariskan ayahnya, Prof.Stanislau Sandarupa, Ph.D., Guru Besar FIB Unhas, yang berpulang beberapa tahun silam. Dirk sudah menulis dua buku, “Filosofi Tallu Lolona A’pa Tauninna” dan “Life and Death” yang mengeksplorasi filosofi dan kehidupan budaya.

Nasri A.Muhammad Abduh, Pustawakan dan Dosen FIB Unhas, menulis sebuah karya bertajuk “Antara Aku, Buku, dan Guruku”. Lelaki yang sangat memiliki perhatian sebagai pecinta ilmu pengetahuan perpustakaan, studi komunikasi, pendidikan bahasa Inggris, dan Linguistik ini sangat terinspirasi mendalam pada filosofi pembelajaran dan budaya membaca.

”Perjalananku sebagai pelajar, pustakawan, dan pecinta ilmu seumur hidup telah dibentuk oleh dua sosok guru besar — Dr. Sutrisno Muhammad Romadhan, MM., M.Si., dan Prof. Noer Jihad Saleh, M.A. Bimbingannya terus menerangi langkahku. Di antara aku, buku, dan guruku, aku menemukan, bukan saja pengetahuan, melainkan juga makna,” tulis Nasri A.Muhammad Abduh pada halaman 128 “Koordinat Rasa”.
Yudhistira Sukatanya (Edy Thamrin) menutup acara peluncuran buku yang dilakukan Kepala Perpustakaan Kota Makassar diwakili Tulus Wulanjani, S.Sos. dan dihadiri Kepala BSI Tamrin Idris dengan mengatakan, kita bisa menulis dengan bantuan “artificial intelligence” (AI) — kecerdasan buatan.
“Jika sudah mentok, gunakan AI,” saran Yudhistira. Tetapi, tetap ada sentuhan penulis. Meskipun kita menggunakan AI, akan susah dideteksi. Mulailah bercerita. (M.Dahlan Abubakar).

1
2
TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Nilai Sementara Adipura Rendah, Bupati Pinrang Gelar Rapat Terbatas Persiapan Penilaian Adipura 2025

PEDOMANRAKYAT, PINRANG - Rendahnya serapan prosentase nilai yang diperoleh Pemkab Pinrang untuk menghadapi penilaian Adipura Tahun 2025, memaksa...

Oknum Anggota DPRD Sinjai Dalangi Aksi Pembakaran Mobil

PEDOMANRAKYAT, SINJAI - Seorang oknum anggota DPRD Kabupaten Sinjai berinisial KM (31 tahun) yang juga merupakan politisi Partai...

Makassar Arts Forum Akan Dihidupkan Lagi, Appi: Seni Harus Jadi Daya Dorong Kota

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Suasana siang itu di Balai Kota Makassar terasa akrab dan penuh cerita. Sejumlah seniman, budayawan,...

Bupati Pinrang Minta Percepat Progres Revitalisasi Pasar Rakyat Sentral Pinrang

PEDOMANRAKYAT, PINRANG - Sempat dikritisi oleh pedagang pasar terkait hasil pekerjaan pembangunan lapak los jualan di Pasar Sentral...