Pada “Koordinat Rasa”, 10 Penulis “Bersekutu”

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Boleh jadi ini pertama kali dalam bidang literasi di Kota Makassar, sepuluh penulis berkolaborasi menulis buku dalam waktu ‘sekejap’. Di bawah penyelaras -- Bang Maman -- sapaan manis Rahman Rumaday -- Asrul Sani Abu, Heny Suhaeny, Ratna Sari, Risnawati Anwas, Gerhanita Syam, Zulhikma Julinda, Alifah Nurkhairina, Dirk Sandarupa, dan Nasri Muhammad Abduh ‘bersekutu menulis dan menerbitkan buku. “Koordinat Rasa”, demikian tajuk buku yang diterbitkan ‘Bestie Book” tersebut.
Disaksikan puluhan pegiat literasi di Kota Makassar, buku berukuran 14x21cm setebal 109 halaman itu diluncurkan di BSI UKM Center, Jl. S. Saddang Makassar, Senin (3/11/2025) siang. Prof. Dr. H. Muh. Asdar, SE, M.si., CWM -- Presiden Projas Institute, Ketua Senat FRB Unhas, dan Ketua Persatuan Tarbiyah Islamiah Sulawesi Selatan -- dan saya menjadi ‘pembincang’ buku mungil tersebut.
“Buku ini lahir dari tangan-tangan dan banyak hati yang telah berproses panjang,” sebut Prof. Muh. Asdar, mantan Rektor Universitas Cokroaminoto Makassar (UCM) ini, sembari menyebut satu demi satu para penulis buku.

Yang menarik, mereka berasal dari latar belakang profesi yang beragam. Ada pengusaha, karyawan, pekerja sosial, hingga politisi. Mereka dipadukan oleh semangat yang sama. Berbagi makna, membagi cahaya, dan menebar manfaat. Juga, mewakafkan cinta pada literasi.
‘Koordinator rasa’, menjadi ruang temu antara pengalaman hidup dan keindahan makna. Mereka menuturkan dan menarasikan kisah-kisah perjuangan. Kegigihan dan ketulusan yang lahir dari dinamika kehidupan manusia.

“Setiap cerita di dalam buku ini ibarat mata air yang mengalir jernih. Membawa kesejukan bagi hati yang haus akan inspirasi. Menghadirkan refleksi bagi jiwa yang sedang mencari arah dalam koordinat kehidupannya,” Prof. Muh. Asdar berkalam pada pengantar buku.

Tidak hanya itu, Muh. Asdar juga melihat, buku ini sebagai wujud kasih sayang Ilahi yang dihadirkan melalui tangan-tangan manusia yang mau berjuang dan berbagi. Di dalamnya, tersimpan nilai-nilai kemanusiaan, spiritualitas, dan keikhlasan yang dapat menjadi bekal bagi siapa pun untuk terus melangkah dalam hidup.
“Buku ini bukan hanya menyajikan kisah sukses, melainkan juga menghadirkan kedalaman makna tentang bagaimana manusia belajar dari luka, bertumbuh dari kegagalan, dan menemukan jati diri melalui rasa,” puji Prof. Muh. Asdar.

Kehadiran “Koordinat Rasa” bagi saya membuktikan, dunia literasi semakin merebut banyak hati ditingkahi perkembangan teknologi informasi yang ikut menjadi ‘dewa penolong’. Para penulis telah menolehkan sejarah, paling tidak tentang diri dan pengalamannya sendiri. Sejarah lahir tidak saja dari peristiwa-peristiwa besar, tetapi mewujud dari kisah insaniah kecil setiap orang yang mewartakan kehidupannya.

“Hidup adalah serangkaian pengalaman: setiap pengalaman membuat kita lebih besar, walaupun kita tidak menyadarinya,” Henry Ford, pengusaha Amerika kelahiran 30 Juli 1863 dan meninggal 7 April 1947, yang terkenal dengan merek mobil, berkata. Viscount Samuel, seorang politikus liberal asal Inggris pun menimpali.
“Seni hidup adalah seni menggunakan pengalaman-pengalaman Anda sendiri dan pengalaman orang lain”.
Dan, sepuluh orang di dalam “Koordinat Rasa” ini telah menunaikan pesan kedua sosok hebat tersebut.

Sang Pemicu

Suatu aksi selalu menghadirkan seorang ‘aktor’.

“Impian yang berharga patut diceritakan pada orang lain,” kata John. C.Maxwell, salah seorang pendeta dan penulis Amerika yang banyak berfokus pada masalah kepemimpinan, menitipkan kepada kita. Dan pesan Maxwell itulah yang kemudian ditangkap oleh Bang Maman yang menskenarioi lahirnya buku mungil ini.

Baca juga :  Kasi Penkum Kejati Sulsel Ajak Praja IPDN Jadi Garda Terdepan Mencegah Korupsi di Pemerintahan

Maman, salah seorang pekerja sosial yang super aktif dan ulet tanpa kenal waktu dan ruang, boleh dikatakan sebagai kamus literasi berjalan. Setiap menapaki kehidupan ini, dia selalu mengantongi kertas. Pada secarik kertas itulah dia merekam peristiwa yang disaksikannya. Terkadang dia berhenti dan bertanya. Juga penasaran. Dia terkadang ‘curiga’ saat melihat papan iklan.

“Kenapa seperti ini?,” ungkapnya saat berkomentar pada peluncuran buku “Koordinat Rasa” yang menggambarkan sosoknya yang selalu mencari --tahu.

Soal buku, tidak hanya menjadi tumpukan benda berisi tulisan di pojok-pojok ruang, tetapi juga bantal. Alas tidur.

“Kapan terbangun, saya buatkan catatan. Tiap sudut kamar tersimpan buku. Jika ada yang terlintas di benak, langsung dicatat,” dia mengaku.

Maman adalah sosok yang selalu gelisah dengan realitas. Jalan raya baginya bukan sekadar tempat kendaraan dan orang berlalu lalang, melainkan juga medium untuk memotret perilaku manusia. Jalan raya adalah cermin sebuah integritas dan norma insaniah bernama etika. Di jalan ada ego yang terkadang melalaikan etika. Di jalan raya bagi Bang Maman, kita dapat becermin tentang etika. Kita berlalu lintas butuh etika. Ada yang naik motor sambil merokok. Dua kali dia mengalami imbas orang yang merokok sambil berkendara ini. Sekali waktu, terkena abu rokoknya.
“Mudah-mudahan dia terkena petunjuk dari Tuhan,” sambil menunggang sepeda sepeda motor Bang Maman masih meluangkan waktu berdoa agar si pengirim abu rokok itu memperoleh ‘hidayah’.
Kedua, ini paling parah. Terkena puntung rokok. Dia mengejar orang tersebut.
“Maaf, puntung rokoknya terkena saya,” katanya tiba-tiba menjadi pemaaf padahal dia menguber pengendara itu dengan penuh amarah.

Kisah lain. Satu ketika Bang Maman ke Jl. Sultan Alauddin. Tiba-tiba seorang ibu-ibu yang menunggang Alphard, membuang sampah, menimpa motornya.
“Saya berhentikan mobil itu. Anda boleh lewat, tetapi hati Anda jangan melewatkan etika,” hunjamnya ke penunggang monil mewah itu.

Bagaimana Bang Maman ‘menggoda’ para penulis ini?
“Jika tak memulai, Anda akan kebingungan. Mulailah dari awal dari Anda berpikir. Jika ada ide langsung eksekusi. Tidak menunggu sampai besok,” dia mengungkapkan kiatnya ‘menaklukkan’ hati para penulis hingga terwujudnya buku ini.

Pesannya, “lakukan apa yang Anda pikirkan. Jangan pikirkan apa yang Anda akan lakukan. Kalau tidak akan menyulitkan,” ujar lelaki ramah dan humor yang menyumbang lima tulisan di dalam karya kolaborasi ini.

Bagi Asrul Sani, menulis yang penting adalah tindakan. Sesuatu yang hanya dipikirkan namun tanpa tindakan, semuanya hanya tetap menjadi sebuah impian yang tak tereksekusi.
Pria kelahiran Parepare 8 Juli 1973 ini, meskipun dirubung banyak aktivitasnya sebagai pengusaha, dia sudah menemukan keasyikan tersendiri dalam menulis. Tidak heran, ‘bos’ sejumlah perusahaan dan inisiator Kampus Literasi ini sudah banyak melahirkan karya buku.

“Terima kasih Pak Asrul, “Buku untuk Ibuku”, telah menginspirasi saya menulis buku untuk ibu juga,” kata saya kepada pria yang mendonasikan tiga tulisan di dalam “Koordinat Rasa” tersebut.

Baca juga :  Polres Pelabuhan Makassar Terima Kunker Irwasda Polda Sulsel Terkait Wasrik Tahap Tahun 2023

Ratna Sari, S.Pi., M.Si., perempuan kelahiran Ujungpandang 14 Juli 1977, bukan sosok biasa. Di tangannya telah lahir sedikitnya 50 produk inovasi. Semuanya terkait produk sumber daya laut. Produk itu dilatarbelakangi oleh pendidikan D-3 Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, S-1 (Unismuh Makassar) dan S-2 (UMI) yang mengkaji sumber daya perairan.

Dia mengakui, acara peluncuran buku ini merupakan momen yang sangat luar biasa. Di dalam buku ini dia mendonasikan empat tulisan. Dia bertutur bagaimana berkarya dan berinovasi. Dia dijuluki perempuan yang “Menenun laut”. Dia mengakui, inspirasi dari karyanya diperoleh dari media.

Sejak 2012 dia mengawali inovasinya dengan membuat sabun dari rumput laut.
“Sulsel sangat kaya dengan rumput laut. Ada 50 jenis karya inovasi dan tidak ada samanya di Indonesia. Minyak herbal rumput laut, sudah ada hak patennya,” ungkap Ratna Sari. Perempuan dari Tanah Doang, Selayar, ini, terilhami dari kakeknya yang nelayan. Kakeknya, adalah sang penenun buih menjadi keris. Sebuah doa dan harapan dan diwujudkan dengan karya-karyanya.

Hasil inovasinya sudah memicu tawaran berdatangan dari beragam penjuru. Tawaran kerja sama banyak. Dari Amerika, Bali, Lampung, dan juga dari Australia.
“Orang Jawa studi tour ke rumah saya,” ujar Ratna Sari.

Tulisan Ratna Sari yang pertama, “Perjalanan Menenun Laut” mengenangkan saya pada puisi D.Zawawi Imron berjudul “Mencari Bisik”. Pada tiga baris bait terakhir puisinya yang ditujukan kepada almarhum Mappinawang yang dimuat di dalam buku Mengenang Jejak Mappinawang, Santri Pejuang HAM dan Demokrasi, Zawawi Imron menulis begini:
Aule, ini perahu daun ilalang

Aku naik sampan salawat

Mencari badik-badik di ubun buih. Jadi, saya membayangkan pesan yang begitu kuat bagaimana potensi laut itu dimanfaatkan. Setelah membaca tulisan-tulisan Ratna Sari berikutnya, saya teringat pesan mendiang Prof. Dr. Mattulada.

“Berhentilah mengobrak-abrik daratan. Marilah kita mulai mengeruk potensi laut kita yang kaya raya,” pesan Mattulada puluhan tahin silam.
Dan saya merasa, sukma Prof. Mattulada tersimbolkan dalam jejak-jejak inovatif yang dilakonkan Ibu Ratna Sari. Laut merupakan akumulasi begitu banyak personifikasi kehidupan nyata manusia dan menjadi guru kehidupan terbaik. Pasang surut kehidupan pun beranalogi pada laut. Selamat buat Sang Penenun/Penyulam Laut, perempuan penyumbang empat tulisan di dalam buku ini.

Zulhikma Julinda, lahir dan besar di Makassar. Namanya termasuk penyumbang di dalam buku ‘Koordinat Rasa”. Perempuan ini adalah CEO PT Zulhikma Jaya Abaadi, Pun pemilik dua ‘brand’ inspiratif, ZetBerry dan Zperfume.

“Sebagai ibu tunggal, saya membuktikan, mimpi besar dapat tumbuh dari perjuangan yang nyata,” ucap penulis “Senyuman di Balik Lelah Hati” dan “Hidup Selau Ada Hikmah” yang dimuat di dalam buku ini.

Gerhanita Syam berkata, perjalanan hidup membawanya memiliki banyak peran. Sebagai direktur beberapa perusahaan hingga pemilik Green Kafe 22. Selain berurusan bisnis, perempuan ini selalu berusaha dekat dengan masyarakat. Kini dipercaya sebagai Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) UKM IKM Nusantara Sulsel dan Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan-Perempuan Indonesia Maju, dan sejumlah jabatan lainnya. “Rumah Tumbuh yang Bernapas”, satu tulisan yang menghiasi buku ini menarik disimak.

Risnawati Anwas, lulusan S-1 FKM UIN Alauddin dan S-2 Unhas, kini berkarier sebagai dosen profesional dan bersertifikat di Politeknik Indonesia Makassar. Sudah pernah menulis buku ajar. Di dalam “Koordinat Rasa” tulisannya berjudul “Langkah Kecil dari Tamaona”.

Baca juga :  Polres Maros dan BRI Cabang Maros Bersinergi Dukung Kesejahteraan Keluarga Stunting

Tamaona, yang kini masuk dalam wilayah Kecamatan Tombolopao Kebupaten Gowa, pada paruh tahun 70-an merupakan juara I Lomba Desa se-Sulsel. Desa ini sangat indah dan tersembunyi di balik kontur bumi pegunungan yang menawarkan sejuta pesona.

Heny Suhaeny pertama menggebrak dunia literasi di Kota Makassar melalui bukunya “Mimpi yang Tak Dianggap” yang diluncurkan di BSI UKM Center 6 Oktober 2025. Kisah-kisah di dalam buku itu sangat menggugah. Kali ini, perempuan satu anak ini menyumbang “Jalan Menebar Manfaat” dan “Putih Bersama Takdir” di dalam buku ini.

Heny Suhaeny mengaku, menemukan ‘koordinat rasa’, saat gempa Palu, 28 September 2018. Dia selalu berusaha bagaimana menebarkan manfaatkan kepada masyarakat. “Ibu RT bisa memperoleh penghasilan dari rumah. Bisa Rp 10 juta per bulan. Bukan produk, tapi tulisan tentang kegiatan,” ujar Heny Suhaeny.

Di dalam “Pulih dengan Takdir”, dia mengungkapkan, segala sesuatu yang pernah melukai dianggap sebagai batu loncatan berprestasi. “Kejarlah akhiratmu dunia akan mengikutimu,”kuncinya mengutip hadis.

Alifah Nurkhairina, perempuan kelahiran Ujungpandang 25 Februari 1997, menampilkan “Seseorang yang Kusuka” di dalam buku ini. Dia adalah seorang desain grafis pada Travel Haji dan Umrah “Adam Tour” Makassar. Melalui profesi ini, dia merasakan bagaimana memadukan latar belakang pendidikan (Jurusan Pertanian Unhas) dengan hobi.

“Keduanya mampu menghasilkan karya sekaligus rezeki,” tulisnya. Dr. Dirk Rukka Sandarupa, M.Hum, lulusan akademik dalam Bidang Linguistik dan Atropologi Dosen FIB Unhas. “Jejak Pulang Bermakna”, satu tulisan yang secara singkat bertutur tentang sembilan tahun hidupnya di Negeri Paman Sam yang membuat penasaran. Dia aktif di bidang pariwisata, melanjutkan aktivitas yang diwariskan ayahnya, Prof.Stanislau Sandarupa, Ph.D., Guru Besar FIB Unhas, yang berpulang beberapa tahun silam. Dirk sudah menulis dua buku, “Filosofi Tallu Lolona A’pa Tauninna” dan “Life and Death” yang mengeksplorasi filosofi dan kehidupan budaya.

Nasri A.Muhammad Abduh, Pustawakan dan Dosen FIB Unhas, menulis sebuah karya bertajuk “Antara Aku, Buku, dan Guruku”. Lelaki yang sangat memiliki perhatian sebagai pecinta ilmu pengetahuan perpustakaan, studi komunikasi, pendidikan bahasa Inggris, dan Linguistik ini sangat terinspirasi mendalam pada filosofi pembelajaran dan budaya membaca.

”Perjalananku sebagai pelajar, pustakawan, dan pecinta ilmu seumur hidup telah dibentuk oleh dua sosok guru besar -- Dr. Sutrisno Muhammad Romadhan, MM., M.Si., dan Prof. Noer Jihad Saleh, M.A. Bimbingannya terus menerangi langkahku. Di antara aku, buku, dan guruku, aku menemukan, bukan saja pengetahuan, melainkan juga makna,” tulis Nasri A.Muhammad Abduh pada halaman 128 “Koordinat Rasa”.
Yudhistira Sukatanya (Edy Thamrin) menutup acara peluncuran buku yang dilakukan Kepala Perpustakaan Kota Makassar diwakili Tulus Wulanjani, S.Sos. dan dihadiri Kepala BSI Tamrin Idris dengan mengatakan, kita bisa menulis dengan bantuan “artificial intelligence” (AI) -- kecerdasan buatan.
“Jika sudah mentok, gunakan AI,” saran Yudhistira. Tetapi, tetap ada sentuhan penulis. Meskipun kita menggunakan AI, akan susah dideteksi. Mulailah bercerita. (M.Dahlan Abubakar).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Nilai Sementara Adipura Rendah, Bupati Pinrang Gelar Rapat Terbatas Persiapan Penilaian Adipura 2025

PEDOMANRAKYAT, PINRANG - Rendahnya serapan prosentase nilai yang diperoleh Pemkab Pinrang untuk menghadapi penilaian Adipura Tahun 2025, memaksa...

Oknum Anggota DPRD Sinjai Dalangi Aksi Pembakaran Mobil

PEDOMANRAKYAT, SINJAI - Seorang oknum anggota DPRD Kabupaten Sinjai berinisial KM (31 tahun) yang juga merupakan politisi Partai...

Makassar Arts Forum Akan Dihidupkan Lagi, Appi: Seni Harus Jadi Daya Dorong Kota

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Suasana siang itu di Balai Kota Makassar terasa akrab dan penuh cerita. Sejumlah seniman, budayawan,...

Bupati Pinrang Minta Percepat Progres Revitalisasi Pasar Rakyat Sentral Pinrang

PEDOMANRAKYAT, PINRANG - Sempat dikritisi oleh pedagang pasar terkait hasil pekerjaan pembangunan lapak los jualan di Pasar Sentral...