PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) resmi meningkatkan penanganan kasus dugaan penyimpangan izin tambang batu gamping di Kecamatan Tikala, Kabupaten Toraja Utara, ke bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus). Kepastian itu disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi.
“Kasusnya sudah ditingkatkan penanganannya ke Pidsus,” ujar Soetarmi saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu, 05 November 2025.
Ia menjelaskan, Kejati masih menunggu tindak lanjut teknis dari bidang Pidsus. “Apakah nanti masih dibutuhkan penyelidikan lanjutan atau langsung naik ke tahap penyidikan, kami belum tahu. Kami akan sampaikan bila sudah ada kabar perkembangan dari Pidsus,” tambahnya.
Peningkatan status perkara ini menandai babak baru penanganan kasus yang sebelumnya ditangani bidang Intelijen Kejati Sulsel dan sempat dinilai berjalan lambat. Nota dinas pelimpahan ke Pidsus diketahui telah terbit sejak pekan lalu, mengindikasikan temuan awal penyelidikan dianggap cukup kuat.
Menurut Soetarmi, kasus tambang Tikala berawal dari penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) untuk CV BD, yang diduga bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Toraja Utara 2012–2032.
Dalam dokumen RTRW, lanjutnya, wilayah Kecamatan Tikala tidak masuk zona pertambangan. Namun, perusahaan tetap memperoleh izin eksploitasi dan melakukan aktivitas di lapangan.
Aktivitas tambang, urainya, memicu penolakan warga karena dinilai mengancam situs budaya Tongkonan Marimbunna serta sumber mata air Bombong Wai.
Rektor Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKI Paulus) sekaligus tokoh masyarakat Toraja Utara, Prof. Agus Salim, menilai pelanggaran tata ruang tidak boleh disepelekan.
“RTRW adalah panduan hukum utama pembangunan daerah. Melanggar tata ruang berarti mengabaikan hukum paling dasar,” tegasnya.
Keputusan menaikkan perkara ke Pidsus mendapat apresiasi dari pegiat antikorupsi. Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Kadir Wokanubun, menyebut langkah ini menjadi momentum awal bagi pimpinan baru Kejati Sulsel.
“Ini ujian pertama bagi Kajati, Wakajati, dan Aspidsus yang baru dilantik. Kami berharap mereka berani menuntaskan kasus ini secara menyeluruh,” kata Kadir.
Ia mendesak Kejati memeriksa seluruh pihak terkait, mulai pejabat pemerintah kabupaten dan provinsi hingga pihak perusahaan.
“Kalau ditemukan pelanggaran hukum, baik administratif maupun substansial, maka wajib ditingkatkan ke tahap penyidikan. Jangan berhenti di tengah jalan,” tegasnya.
Sebelumnya, kata Kadir lagi, Komisi D DPRD Sulsel merekomendasikan pengurangan luas izin tambang dari 24,9 hektare menjadi 5 hektare serta penghentian operasi hingga seluruh persyaratan hukum dan lingkungan dipenuhi. Namun, rekomendasi itu disebut tak banyak diindahkan.
Dengan pelimpahan ke Pidsus, publik kini menunggu langkah konkret Kejati Sulsel. “Kalau Kajati baru berani menuntaskan perkara ini, masyarakat akan percaya hukum masih bekerja. Tapi jika tidak, ini akan mencoreng wajah penegakan hukum di Sulsel,” tutup Kadir. (Hdr)

