PEDOMAN RAKYAT - MAKASSAR. Suasana riuh penuh tawa terdengar dari teras depan kelas SD Negeri Borong, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Kamis (6/11/2025).
Beberapa anak duduk bersila membentuk lingkaran kecil, memegang kartu warna-warni. Di sela waktu istirahat, mereka asyik memainkan permainan yang kini sedang naik daun — kuartet.
“Lebih seru main kuartet daripada main hape, lagi musim soalnya,” ujar Muhammad Keynand Azhari, sambil menepuk kartu di tangannya dengan wajah sumringah.
Beberapa temannya ikut menonton sambil menikmati jajanan dari kantin sekolah. Ada yang menyoraki, ada yang sekadar menunggu giliran bermain. Kuartet kini jadi permainan favorit anak-anak di sekolah itu.
“Main kuartet itu harus cepat, sabar, sama fokus. Kalau nggak, bisa kalah terus,” ucap Muhammad Fahrizal Syam, yang mengaku punya beberapa set kuartet di rumah.
Fahrizal membeli kartunya dari pedagang mainan yang biasa mereka panggil mas koke-koke di depan sekolah. Satu tumpuk kuartet berisi 32 lembar, harganya cuma Rp2.000. “Kalau beli, saya lihat angka kartunya. Yang tinggi angkanya, dia duluan nepak,” katanya santai.
Permainan kuartet ini ternyata tak hanya diminati anak laki-laki. Rafifa Putri Anindita, salah satu siswi kelas 4, juga gemar bermain bersama teman-temannya.
“Harus tepuk kuat supaya kartunya terbalik. Tapi kalau sudah paham tekniknya, pelan juga bisa menang,” ujar Dita sambil tertawa kecil.
Musim kuartet, kata anak-anak, sudah berlangsung sekitar dua bulan. Gambar kartunya pun beragam — dari Naruto, Mobile Legend, Free Fire, Pokemon, sampai Kamen Rider. Ada juga versi karakter lokal yang mulai banyak dicari.
Meski begitu, aturan tetap berlaku.
“Saya sudah pesan ke anak-anak, tidak boleh main di dalam kelas. Kalau ketahuan, saya sita,” tegas Bu Rini, wali kelas 4 SD Negeri Borong.
Sementara itu, Mas Jamil, pedagang mainan yang sudah 15 tahun berjualan di depan sekolah, mengaku dua hari terakhir kehabisan stok kuartet.
“Lagi tren sekali ini. Sehari bisa habis tiga lusin. Di grosir juga kosong,” katanya, tersenyum.
Harga kuartet pun ikut naik, dari satu set Rp2.000 menjadi dua set Rp5.000. Tapi tetap saja laris. Anak-anak rela menunggu stok datang lagi.
Sore itu, seorang bocah bernama Alwi, murid SD Ranu Harapan yang rumahnya tak jauh dari sekolah, datang hendak membeli. Sayang, stoknya benar-benar habis.
“Habis mi,” ujar Mas Jamil singkat, membuat Alwi menunduk kecewa.
Permainan sederhana dari lembaran kertas bergambar itu kembali mengisi hari-hari anak sekolah dasar. Di tengah gempuran gawai dan internet, kuartet menghadirkan tawa, kebersamaan, dan semangat bermain yang sederhana — tapi hangat. ( ab )

