Dokumentasi : Foto bersama usai penandatanganan nota kesepahaman.
PEDOMANRAKYAT, BANGKALAN - Rektor Institut Agama Islam Syaichona Mohammad Cholil, Dr. Fera Andriani Djakfar Mustofa, Lc., M.Pd. Dan Ketua Pengadilan Agama Bangkalan, Dewiati, SH, MH., menandatangani nota kesepahaman di Aula Gedung RKH Fakhrillah Aschal Desa Mertajasah Kabupaten Bangkalan, Madura, Kamis (8/11/2025). Kedua pihak sepakat bekerja sama di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan fungsi serta wewenang masing-masing guna kelancaran pelaksanaan tugas kedua belah pihak.
Nota kesepahaman ini berlaku untuk jangka waktu lima tahun sejak ditandatangani dan dapat diperpanjang atau diakhiri dengan persetujuan kedua belah pihak. Kerja sama secara khusus untuk mengembangkan Program Studi Hukum Pidana Islam Fakultas Hukum dan Syariah Institut Agama Islam (IAI) Syaichona Muhammad Cholid Bangkalan Madura
Hadir dalam acara penandatanganan nota kesepahaman tersebut, selain Wakil Rektor I Bidang Akademik Moh. Mardi, MH., Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Dr. R. Arif Mulyohadi, SH, MH., Dekan Fakultas Hukum dan Syariah H. Ahmad Muzawwir, M.Th.I., Kepala Program Studi Hukum Pidana Islam Dr. Vicky Izza el Rahma, M.Th.I, dan para dosen
Serangkaian dengan penandatanganan nota kesepahaman tersebut, juga dilaksanakan Seminar Hukum di Institut Syaikhkna Holid. Pada kesempatan itu, Ketua Pengadilan Agama Dewiati, SH, MH. membawakan materi berjudul “Kewenangan Pengadilan Agama dalam Izin Poligami”.
Ketua Pengadilan Agama Bangkalan, Dewiati, SH, MH. mengatakan, kewenangan Pengadilan Agama dalam hal ini mencakup kewenangan formil, syarat dan prosedur, dan pertimbangan hakim. Berkaitan dengan kewenangan formil, Pengadilan Agama memiliki kewenangan absolut dalam bidang perkawinan umat Islam, termasuk pemberian izin poligami. Permohonan diajukan oleh suami dengan melampirkan alasan dan bukti kemampuan untuk berlaku adil serta persetujuan istri pertama.
“Syarat dan prosedur; alasan objektif; istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri, istri cacat, atau istri tidak dapat melahirkan keturunan. Syarat administratif; adanya persetujuan istri dan bukti kemampuan ekonomi. Pemeriksaan sidang; hakim memeriksa keabsahan alasan, mendengar keterangan istri, dan menilai bukti kemampuan keuangan serta moral,” papar Dewiati, SH.,MH.
Wakil Ketua Pengadilan Agama Majane (2018) tersebut menyebutkan, dalam hal pertimbangan, hakim wajib mempertimbangkan prinsip keadilan, kemaslahatan keluarga, dan perlindungan terhadap hak perempuan.
“Dalam banyak kasus, hakim menolak permohonan jika tidak terbukti keadilan atau terdapat potensi ketidakbahagiaan rumah tangga,” ungkap Ketua Pengadilan Agama Polewali tahun 2020 tersebut.
Berkaitan dengan prinsip keadilan, Dewiati menyebutkan, menurut hukum Indonesia, dalam konteks hukum nasional lebih bersifat administratif dan rasional. Yakni meliputi, suami harus mendapat izin pengadilan, harus ada alasan yang sah, harus mendapat persetujuan istri, dan harus menjamin hak-hak istri dan anak.
Tetapi dalam praktiknya, imbuh Ketua Pengadilan Agama Sengkang tahun 2022 itu, Pengadilan Agama sering menolak permohonan izin poligami jika tidak terpenuhi syarat keadilan, persetujuan istri, atau kemampuan ekonomi.
“Hal ini menunjukkan, Pengadilan Agama tidak hanya menjalankan hukum secara tekstual, tetapi juga mempertimbangkan aspek moral dan sosial,” ujar ibu tiga anak kelahiran Polewali Mandar 17 Januari 1972 yang mulai menjabat Ketua Pengadilan Agama Bangkalan tahun 2024 tersebut.
Alumni S-1 Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar dan Universitas Islam Jakarta tersebut menyimpulkan, kewenangan Pengadilan Agama dalam izin poligami didasarkan pada UU, Kitab Hukum Islam (KHI), dan UU Peradilan Agama. Prinsip keadilan merupakan inti dari pengaturan poligami, baik dalam hukum Islam maupun dalam hukum nasional.
Pengadilan Agama berperan penting dalam menjaga keseimbangan antara hak suami untuk berpoligami dan perlindungan terhadap hak-hak istri.
“Implementasi prinsip keadilan masih menghadapi kendala subjektivitas dan interpretasi hakim, namun pada dasarnya sejalan dengan tujuan hukum Islam dan hukum nasional; mewujudkan kemaslahatan dan keadilan dalam keluarga,” ujar Dewiati, SH.,MH., waktu dia awali kariernya sebagai Kepala Urusan Kepegawaian Agama Maros pada tahun 2002.
Bertindak sebagai pembicara kunci (keynote speaker) dalam seminar itu Kepala Program Studi Hukum Pidana Islam Dr. Vicky Izza el Rahma, M.Th.I, Kepala Program Studi Hukum Pidana Islam Dr. Vicky Izza el Rahma, M.Th.I, (mda).

