PEDOMANRAKYAT, MAROS — Satu tahun telah berlalu sejak Deklarasi Palasara ditandatangani di Maros pada 10 November 2024. Tanggal itu menjadi tonggak lahirnya Perhimpunan Agung Lembaga Adat Sulawesi Selatan dan Barat (Palasara), sebuah organisasi yang mengemban misi besar untuk meneguhkan kembali peran adat dalam kehidupan sosial dan kebudayaan masa kini. Kehadiran Palasara memberi energi baru bagi gerakan kebudayaan di wilayah Sulawesi Selatan dan Barat.
Deklarasi tersebut tidak dimaksudkan sebagai seremoni semata. Ia menjadi pernyataan sikap bahwa adat bukan sekadar warisan masa lampau, tetapi fondasi nilai yang membentuk karakter masyarakat. Di tengah derasnya arus modernitas, Palasara berupaya memastikan bahwa kearifan leluhur tetap menjadi sumber pedoman dalam bertindak dan berperilaku.
Di bawah kepemimpinan Ketua Umum Andi Rusdianto Thalib, Palasara berkembang dengan langkah yang terencana. Struktur organisasi diperkuat, jaringan diperluas, dan ruang kolaborasi dibangun dengan penuh etika. Presidium, Srikandi, dan Satria Palasara bergerak bersama dengan bimbingan PYM Majelis Agung dan Dewan Agung untuk memastikan arah perjuangan tetap sesuai dengan nilai-nilai adat yang dijunjung.
Dalam kurun waktu satu tahun, Palasara telah membentuk Dewan Pengurus Wilayah (DPW) di sepuluh kabupaten dan kota, yaitu Selayar, Bulukumba, Pinrang, Wajo, Sinjai, Pangkep, Parepare, Maros, Majene, dan Polman. Di daerah lainnya, proses pembentukan sedang dalam tahap konsolidasi, menunggu momentum pelantikan dan pengukuhan resmi. Capaian ini menjadi bukti bahwa semangat budaya dapat tumbuh kuat ketika dijalankan dengan kesungguhan.
Salah satu prinsip yang dijaga Palasara adalah keharmonisan hubungan dengan pemerintah. Dalam setiap pembentukan DPW, Palasara selalu mendahulukan permohonan restu dan koordinasi dengan kepala daerah serta pemangku kebijakan setempat. Pendekatan ini mencerminkan kedewasaan organisasi dalam bergerak, menempatkan adat sebagai mitra moral dan kultural dalam pembangunan.

