“Wilayah ini memiliki sejarah panjang konflik sosial. Penetapan Kampung REDAM adalah langkah nyata untuk menjaga Jakarta tetap aman. Jaga Jakarta, jaga warga, jaga aturan, jaga amanat,” ujarnya.
Dukungan juga disampaikan Presiden The World Peace Organization, Dr. Bambang Herry Purnomo, yang menilai Kampung REDAM sebagai inovasi besar Menteri HAM karena menggabungkan pendekatan rekonsiliasi dan pembangunan. “Kami siap mendukung, baik dari sisi teknologi maupun operasional. Rekonsiliasi dan pembangunan harus berjalan beriringan,” katanya.
Wali Kota Jakarta Selatan, M. Anwar, menyampaikan, Kampung REDAM berpotensi menghilangkan budaya tawuran dan konflik horizontal yang sering terjadi di Manggarai. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor.
“Jakarta adalah barometer nasional. Stabilitas sosial harus dijaga bersama,” ucapnya.
Dalam keynote speech, Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menekankan, Indonesia sebagai bangsa majemuk membutuhkan pendekatan rekonsiliasi yang sistematis. Ia menyebut Kampung REDAM sebagai program berbasis HAM yang menempatkan masyarakat sebagai aktor utama pencegahan konflik.
“Konflik muncul dari jurang antara harapan dan kenyataan, sebagaimana disampaikan John Galtung. Tugas kita adalah menjembatani jurang tersebut melalui rekonsiliasi,” tegasnya.
Pencanangan ditutup dengan pembunyian Gong Genta Perdamaian Dunia sebagai simbol dimulainya gerakan rekonsiliasi berbasis komunitas, diikuti penyerahan piagam penghargaan kepada Lurah Manggarai sebagai pengelola Kampung REDAM pertama di Indonesia. (Hdr)

