PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan, Daniel Rumsowek, menegaskan dukungan penuh terhadap program prioritas Menteri Hak Asasi Manusia, yaitu Kampung Rekonsiliasi dan Perdamaian (REDAM).
Pernyataan tersebut disampaikan setelah pencanangan nasional yang ditandai dengan pemukulan Genta Perdamaian oleh Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, di Jakarta pada Jumat (14/11/2025).
Daniel menyatakan, penetapan Kampung REDAM merupakan langkah strategis pemerintah untuk memperkuat rekonsiliasi, mencegah konflik sosial, dan membangun budaya damai berbasis masyarakat. Ia menegaskan komitmen Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan untuk menindaklanjuti program tersebut di wilayahnya.
“Kami di wilayah akan melaksanakan program ini, yang juga beririsan dengan program KemenHAM lainnya, yaitu Desa Sadar HAM,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Sulawesi Selatan sebelumnya telah menjalankan program percontohan Desa Sadar HAM di Kabupaten Bantaeng dan Bulukumba sebagai model penguatan nilai-nilai HAM di tingkat daerah.
Daniel menambahkan, implementasi Kampung REDAM di Sulawesi Selatan akan diawali dengan pemetaan wilayah rawan konflik. “Kami akan segera melakukan pemetaan terhadap daerah yang memiliki potensi konflik. Tentu kami akan berkolaborasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait,” tegasnya.
Acara pencanangan turut dihadiri berbagai pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, The World Peace Organization, Polda Metro Jaya, Kodam Jaya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Pemerintah Kota Jakarta Selatan, jajaran KemenHAM RI, dan Gugus Tugas Kampung REDAM Kelurahan Manggarai.
Penetapan Manggarai sebagai Kampung REDAM pertama mendapat apresiasi luas karena wilayah tersebut dikenal rentan konflik sosial. Kasubdit Bintibsos Ditbinmas Polda Metro Jaya, AKBP Sujanto, menyatakan, program ini menjadi momentum penting untuk memperkuat persatuan masyarakat Manggarai.
“Wilayah ini memiliki sejarah panjang konflik sosial. Penetapan Kampung REDAM adalah langkah nyata untuk menjaga Jakarta tetap aman. Jaga Jakarta, jaga warga, jaga aturan, jaga amanat,” ujarnya.
Dukungan juga disampaikan Presiden The World Peace Organization, Dr. Bambang Herry Purnomo, yang menilai Kampung REDAM sebagai inovasi besar Menteri HAM karena menggabungkan pendekatan rekonsiliasi dan pembangunan. “Kami siap mendukung, baik dari sisi teknologi maupun operasional. Rekonsiliasi dan pembangunan harus berjalan beriringan,” katanya.
Wali Kota Jakarta Selatan, M. Anwar, menyampaikan, Kampung REDAM berpotensi menghilangkan budaya tawuran dan konflik horizontal yang sering terjadi di Manggarai. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor.
“Jakarta adalah barometer nasional. Stabilitas sosial harus dijaga bersama,” ucapnya.
Dalam keynote speech, Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menekankan, Indonesia sebagai bangsa majemuk membutuhkan pendekatan rekonsiliasi yang sistematis. Ia menyebut Kampung REDAM sebagai program berbasis HAM yang menempatkan masyarakat sebagai aktor utama pencegahan konflik.
“Konflik muncul dari jurang antara harapan dan kenyataan, sebagaimana disampaikan John Galtung. Tugas kita adalah menjembatani jurang tersebut melalui rekonsiliasi,” tegasnya.
Pencanangan ditutup dengan pembunyian Gong Genta Perdamaian Dunia sebagai simbol dimulainya gerakan rekonsiliasi berbasis komunitas, diikuti penyerahan piagam penghargaan kepada Lurah Manggarai sebagai pengelola Kampung REDAM pertama di Indonesia. (Hdr)

